Salah satu warisan dari keluhuran
kekerabatan yang dianjurkan dalam memperkuat kerukunan sosial yang dianjurkan
agama adalah membangun jalinan tali silaturahim.
Membangun jaring persaudaraan,
membentuk ikatan yang melintas sekat perbedaan, karena hakikat berbeda adalah
asali yang sulit untuk diperbincangkan lebih jauh.
Secara sosiologis dan antropologi,
maka bersilaturahim memiliki makna bahwa manusia adalah homo socius yang
membutuhkan ruang sosialisasi sebagai sarana perwujudan kemanusiaan itu
sendiri.
Hal itu tidak berubah dari waktu ke
waktu, bahkan menjangkau jaman dengan segala perubahan yang terjadi, termasuk
silaturahim digital via sosial media yang kini menjadi bagian ikonik dunia
modern saat ini.
Bahkan sekedar menebar salam dan
sedikit kepo masih dapat dimaklumi menjadi bagian yang lazim dengan niatan
positif untuk tetap membangun pola komunikasi yang aktual sesuai periode dan
masa berlakunya.
Berbagi saran, hingga menasihati
adalah perbuatan lain yang dikuatkan dengan pernyataan berbagi ilmu meski
sebiji sawi akan tetap mendapatkan berkah kemuliaan.
Tentu silaturahim digital tidak
membuat kita justru menjauhkan silaturahim fisik, karena era digital nan modern
itu adalah alat dan sarana yang memfasilitasi pola silaturahim jarak jauh,
sehingga justru harus dapat lebih powerfull bila berada dalam track pendek.
Singkat kata mendekatkan hal yang
secara jarak jauh, harusnya dapat pula merapatkan entitas nan berdekatan, jadi
mulai saat ini bersilaturahim-lah.
Sesuai anjuran pepatah, rejeki
memang tidak akan kemana-mana, tetapi bila kita tidak kemana-mana, jelas bahwa
itu rejeki juga tidak akan datang-datang menghampiri.
Bila sudah begitu, pergunakan sosial
media diera digital ini untuk menebar salam, menjalin silaturahim membangun
komunikasi positif dibandingkan dengan menjadi ajang bagi caci-maki dan
segudang energi negatif beserta turunannya.
So, keep smile and salam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar