Tidak habis pikir, ketika
Garuda Indonesia diberi ijin oleh Menteri BUMN untuk mencari vendor
selain PT Pertamina dalam pemenuhan Avtur bagi maspakai nasional itu.
Entah kenapa problem yang sama kerap terjadi dihampir seluruh BUMN
kita, dan yang pasti kondisi lemahnya koordinasi dan sinergi tersebut
membuat kekuatan BUMN sebagai jangkar dari struktur ekonomi negara
menjadi melemah.
Bila kemudian alasan yang
dipergunakan adalah aspek bisnis dalam konteks harga penawaran, dan
tidak sampai pada kesepakatan jual beli, maka kementerian BUMN harus
membantu melakukan fasilitasi, agar semua berjalan sinergi, sayang
bila kemudian posisi yang sudah menjadi captive market diberikan
kepada perusahaan lain.
Teringat kasus PT
Dirgantara Indonesia, perusahaan yang memiliki spesialisasi
pembangunan burung besi ini sempat berada dititik nadir, bahkan
hampir saja tidak tertolong kalau saja tidak ada kesepakatan mengubah
suntikan hutang pemerintah menjadi bentuk penyertaan modal.
Padahal kedirgantaraan
merupakan sektor strategis. Kini perusahaan itu, telah menyelesaikan
tahap akhir proyek dari Kementerian Pertahanan untuk pembuatan 3 unit
pesawat CN-235 senilai U$80 juta sebagai pesawat patroli maritim, dan
hal telah masuk tahap serah terima.
Silahkan disimulasi, bila
kemudian PT DI bekerjasama untuk membangun CN-235 untuk kebutuhan
penumpang dan kargo dengan PT Merpati Nusantara, dimana maskapai
antar pulau kecil dan terluar ini menjalin hubungan pemasok Avtur
dengan PT Pertamina, dengan isian muatan yang telah menjadi rekanan
PT Pos Indonesia untuk kiriman logistik, selain angkutan retail
penumpang dilokasi yang dilayani? Efek akhirnya tentu besar bukan?.
Bila kemudian kita
membuat hubungan yang saling berkait dan tidak terpisah seperti itu,
maka tentu BUMN serupa PT PAL bisa bangkit dari kelesuan untuk
angkutan RORO antar pulau dan transportasi laut pun termasuk untuk
kepentingan militer yang menjadi domain TNI AL, kalau soal pembiayaan
kenapa tidak bertanya ke PT Bank Mandiri, lalu asuransi kerusakannya?
kenapa tidak PT Asuransi Jasindo? sinergi seperti ini selain
membangun harmoni sekaligus mendorong terjadinya efisiensi.
Dalam kondisi seperti
ini, pihak Kementerian BUMN harus menjadi penengah dan pemberi solusi
yang menjembatani komunikasi antara BUMN, terlebih akan menjadi mudah
bila bersifat BUMN Holding atau membentuk gagasan BUMN Incorporated
sehingga dapat berlaku satu instruksi dan tidak tersekat dalam
kepentingan masing-masing BUMN.
Jadi, kalau kembali
kepada persoalan Garuda dan PT Pertamina, ambilkan saja solusi yang
mudah, bayar harga lebih rendah tetapi termin kredit pendek, atau
harga lebih mahal sedikit dengan durasi tempo pembayaran yang agak
panjang? Toh kalau masalahnya hanya soal aspek bisnis, kenapa tidak
kemampuan dalam skill negosiasi bisnisnya dipergunakan, dalam
kerangka membangun kekuatan ekonomi bangsa ini sendiri.
Sumber foto:
lowongankerjakota.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar