Brand besar belum tentu jaminan
mutu, itu setidaknya pengalaman saya sebagai newbie user Lenovo.
Harga menarik dengan fitur lumayan,
ditambah design layar lebar jadi gimmick offering, memikat lebih dari sekedar
interest menjadi desire dalam hukum transaksi ekonomi.
Kesalahan terbesar pengguna baru
seperti saya adalah tidak melakukan proses collecting data terlebih dahulu, dan
kecelakaan itu berlanjut tiada tara.
Disini kita akan belajar tentang
bagaimana perilaku konsumen memang dituntut untuk bijak dan teliti sebelum
membeli. Sebelum masuk ke point uraian lesson to learn dari experential
marketing yang saya rasakan:
REAL CASE Problem:
Handphone Lenovo S930 White itu
tidak sampai 2 bulan dari pembelian sudah memulai masalahnya yang pertama,
baterainya mudah habis dan terakhir drop tanpa bisa dinyalakan.
Awalnya saya bernafas lega, karena
didekat perumahan saya ada mal yang didalamnya sudah dibuka outlet Lenovo
Service Center, asumsi saya waktu itu: #AMAN.
Pengalaman pertama sangat tidak
meyakinkan, karena petugas yang berjaga menyatakan belum ada teknisi yang
disediakan dari pusat, asumsi saya: #Oh ya kan baru, Wajar.
Setelah itu hampir 2 pekan berlalu,
saya belum juga perbaiki Handphone karena berharap service centernya akan
segera dilengkapi pelayanan service oleh pihak teknisi langsung.
Suatu saat saya kembali ke mal itu
dan mencoba kembali membawa Lenovo S930 itu, tapi jawabnya sama dengan yang
saya terima sebelumnya, asumsi saya: #Hmm.. masak buka outlet service Center
tidak ada persiapan sumberdayanya.
Tidak jauh dari service Center
Lenovo itu ada outlet service handphone kecil, tanpa gemerlap lampu dan
showcase etalase, saya bawa Handphone ke lokasi itu, awalnya justru saya sangsi
kapasitas teknisinya, tak dinyana hanya 30 menit Lenovo S930 itu kembali
berfungsi seperti semula, asumsi saya: #WOW.
Sebulan setelah itu, handphone
dengan merek dunia itu, yang dianggap powerfull karena kemampuan akuisisi
divisi laptop IBM kembali bermasalah, lokal port chargernya bermasalah, jadi
sulit dicharge normal, asumsi saya: #Huh.. this is a mobilephone with full of
troubles.
Akhirnya saya menyerah, dengan
ekspektasi tinggi ke service Center resmi Lenovo -setidaknya klaim itu yang
dijadikan sebagai brand support, terhitung sekaligus menjajal keampuhan service
guarantee yang diberikan.
Datang kembali diperulangan untuk
ketiga kalinya, jawabnya masih sama dengan ketika pertama kali ke lokasi itu,
dan berakhir dengan kesepakatan akan diservice dipusat service Lenovo, asumsi
saya: #ok bisa lebih cepat dipusat service kantor pusat.
Walhasil hampir sebulan tiada kabar
berita, entah apakah Lenovo S930 itu masih ada atau tidak? Berulangkali
dikonfirm ke outlet jawabnya pun sama, dikonfirmasi ke Call centernya tiada
jawaban menjurus no respon, jadi kesimpulan saya: #HOO.. produk ini memang
tidak bermutu dari awal hingga akhir.
LESSON to be LEARN:
(1) Perilaku konsumen yang bijaksana
dibangun dari gathering data, mengumpulkan informasi, mencari referal hingga
memunculkan interest dan desire to buy, sebaiknya dilakukan cermat.
(2) Brand seharusnya menjadi
komitmen akan nilai tambah yang dapat di-deliver kepada customer, bila hal
tersebut tidak terjadi bisa dipastikan nilai merek sebesar apapun menjadi tidak
berarti #karena Anda menyepelekan pelanggan yang memberi kontribusi keuntungan
bagi Anda.
(3) Service yang total dari awal
hingga akhir adalah bagian dari mata rantai nilai yang ditawarkan secara utuh,
pengalaman dari asumsi #Wow ke #Hoo atas Lenovo Service Center membuat
pemahaman baru tentang kesatuan paripurna dari kualitas produk hingga jaminan
layanan.
(4) Pada kompetisi antar merek yang
kuat untuk sebuah pasar, maka bandul pendulum penentu diletakkan pada tangan
konsumen dan hukuman bagi brand yang abai akan customer voice adalah kematian
produk secara alamiah dan organik.
(5) Pasar di abad modern hanya
ditentukan oleh 2 hal penting, yakni: Speed and Simplicity (2S) #case outlet
service kecil nan #WOW di Mal dibandingkan Lenovo Service Center yang #HOO
adalah bukti nyata, jadi pastikan pelanggan Anda memahami nilai yang ditawarkan
dan itu adalah perilaku gerak Anda.
Agaknya seperti tipikal cerita
pilihan menjadi Daud yang lincah atau Goliath perkasa tapi kemudian tumbang
diakhir pertandingan? #Lenovo adalah sang Goliath.
Saya hendak mengekspresikan bentuk
rasa kecewa terdalam secara ilmiah akan pemahaman yang saya miliki, semoga
Lenovo bisa berbenah untuk itu, karena sekarang saya bahkan menjadi setengah
mewakafkan bila Handphone Lenovo S930 itu bisa kembali pulang.
MORAL of The STORY:
#Ingat: Anda harus menjadi konsumen
bijak dan cerdas sebelum termakan bujuk rayu yang membentuk stimulasi Impulse
Buying akan berbagai produk tidak berkualitas yang ditawarkan dihadapan Anda.
#Lenovo segeralah bertobat.
Sumber foto: www.memutihkan-ketiak.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar