Jumat, 24 Oktober 2014

Belajar dari Buruknya Handling Service Center Lenovo




Brand besar belum tentu jaminan mutu, itu setidaknya pengalaman saya sebagai newbie user Lenovo.

Harga menarik dengan fitur lumayan, ditambah design layar lebar jadi gimmick offering, memikat lebih dari sekedar interest menjadi desire dalam hukum transaksi ekonomi.

Kesalahan terbesar pengguna baru seperti saya adalah tidak melakukan proses collecting data terlebih dahulu, dan kecelakaan itu berlanjut tiada tara.

Disini kita akan belajar tentang bagaimana perilaku konsumen memang dituntut untuk bijak dan teliti sebelum membeli. Sebelum masuk ke point uraian lesson to learn dari experential marketing yang saya rasakan:

REAL CASE Problem:

Handphone Lenovo S930 White itu tidak sampai 2 bulan dari pembelian sudah memulai masalahnya yang pertama, baterainya mudah habis dan terakhir drop tanpa bisa dinyalakan.

Awalnya saya bernafas lega, karena didekat perumahan saya ada mal yang didalamnya sudah dibuka outlet Lenovo Service Center, asumsi saya waktu itu: #AMAN.

Pengalaman pertama sangat tidak meyakinkan, karena petugas yang berjaga menyatakan belum ada teknisi yang disediakan dari pusat, asumsi saya: #Oh ya kan baru, Wajar.

Setelah itu hampir 2 pekan berlalu, saya belum juga perbaiki Handphone karena berharap service centernya akan segera dilengkapi pelayanan service oleh pihak teknisi langsung.

Suatu saat saya kembali ke mal itu dan mencoba kembali membawa Lenovo S930 itu, tapi jawabnya sama dengan yang saya terima sebelumnya, asumsi saya: #Hmm.. masak buka outlet service Center tidak ada persiapan sumberdayanya.

Tidak jauh dari service Center Lenovo itu ada outlet service handphone kecil, tanpa gemerlap lampu dan showcase etalase, saya bawa Handphone ke lokasi itu, awalnya justru saya sangsi kapasitas teknisinya, tak dinyana hanya 30 menit Lenovo S930 itu kembali berfungsi seperti semula, asumsi saya: #WOW.

Sebulan setelah itu, handphone dengan merek dunia itu, yang dianggap powerfull karena kemampuan akuisisi divisi laptop IBM kembali bermasalah, lokal port chargernya bermasalah, jadi sulit dicharge normal, asumsi saya: #Huh.. this is a mobilephone with full of troubles.

Akhirnya saya menyerah, dengan ekspektasi tinggi ke service Center resmi Lenovo -setidaknya klaim itu yang dijadikan sebagai brand support, terhitung sekaligus menjajal keampuhan service guarantee yang diberikan.
Datang kembali diperulangan untuk ketiga kalinya, jawabnya masih sama dengan ketika pertama kali ke lokasi itu, dan berakhir dengan kesepakatan akan diservice dipusat service Lenovo, asumsi saya: #ok bisa lebih cepat dipusat service kantor pusat.

Walhasil hampir sebulan tiada kabar berita, entah apakah Lenovo S930 itu masih ada atau tidak? Berulangkali dikonfirm ke outlet jawabnya pun sama, dikonfirmasi ke Call centernya tiada jawaban menjurus no respon, jadi kesimpulan saya: #HOO.. produk ini memang tidak bermutu dari awal hingga akhir.

LESSON to be LEARN: 
(1) Perilaku konsumen yang bijaksana dibangun dari gathering data, mengumpulkan informasi, mencari referal hingga memunculkan interest dan desire to buy, sebaiknya dilakukan cermat.

(2) Brand seharusnya menjadi komitmen akan nilai tambah yang dapat di-deliver kepada customer, bila hal tersebut tidak terjadi bisa dipastikan nilai merek sebesar apapun menjadi tidak berarti #karena Anda menyepelekan pelanggan yang memberi kontribusi keuntungan bagi Anda.

(3) Service yang total dari awal hingga akhir adalah bagian dari mata rantai nilai yang ditawarkan secara utuh, pengalaman dari asumsi #Wow ke #Hoo atas Lenovo Service Center membuat pemahaman baru tentang kesatuan paripurna dari kualitas produk hingga jaminan layanan.

(4) Pada kompetisi antar merek yang kuat untuk sebuah pasar, maka bandul pendulum penentu diletakkan pada tangan konsumen dan hukuman bagi brand yang abai akan customer voice adalah kematian produk secara alamiah dan organik.

(5) Pasar di abad modern hanya ditentukan oleh 2 hal penting, yakni: Speed and Simplicity (2S) #case outlet service kecil nan #WOW di Mal dibandingkan Lenovo Service Center yang #HOO adalah bukti nyata, jadi pastikan pelanggan Anda memahami nilai yang ditawarkan dan itu adalah perilaku gerak Anda. 

Agaknya seperti tipikal cerita pilihan menjadi Daud yang lincah atau Goliath perkasa tapi kemudian tumbang diakhir pertandingan? #Lenovo adalah sang Goliath.

Saya hendak mengekspresikan bentuk rasa kecewa terdalam secara ilmiah akan pemahaman yang saya miliki, semoga Lenovo bisa berbenah untuk itu, karena sekarang saya bahkan menjadi setengah mewakafkan bila Handphone Lenovo S930 itu bisa kembali pulang.

MORAL of The STORY:
#Ingat: Anda harus menjadi konsumen bijak dan cerdas sebelum termakan bujuk rayu yang membentuk stimulasi Impulse Buying akan berbagai produk tidak berkualitas yang ditawarkan dihadapan Anda. #Lenovo segeralah bertobat.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar