Bila kemudian kita
menganalogikan negara ini sebagai sebuah kapal laut, maka peran
seorang nahkoda menjadi penting dalam menentukan kemana arah tujuan
biduk kapal akan berlabuh. Mencermati pidato pelantikan Jokowi, yang
menekankan pentingnya jiwa cakrapatih samudra, layaknya jiwa pelaut
yang berani mengarungi gelombang dan hempasan ombak yang menggulung.
Identifikasi kekuatan
nasional telah terlihat sebagaimana termuat dalam pidato Jokowi
tersebut, yakni, “...Indonesia sebagai negara terbesar ketiga,
dengan penduduk muslim terbesar di dunia, sebagai negara terbesar di
Asia Tenggara...”. Tentu hal tersebut harus menjadi modalitas
besar bagi pembangunan ke depan, karena bangsa ini harus kuat dalam
aspek kuantitas dan kualitas.
Arah pembangunan yang
akan dituju kembali menguatkan posisi negeri bahari yang dikepung
samudera dan lautan luas, sehingga “...sebagai negara maritim,
samudra, laut, selat dan teluk adalah masa peradaban kita. Kita telah
terlalu lama memunggungi laut, memunggungi samudra, dan memunggungi
selat dan teluk. Ini saatnya kita mengembalikan semuanya sehingga
'Jalesveva Jayamahe', di laut justru kita jaya, sebagai semboyan kita
di masa lalu bisa kembali...”.
Hanya dengan bekerja
keras dan bahu membahu dalam kegotong royongan hal itu dapat
dilaksanakan sebagai seuah kolektif berbangsa, dan untuk itu
Indonesia harus kreatif dalam menyusun peradaban dimasa mendatang
dengan pembangunan yang dilaksanakan saat ini. Mengembangkan layar,
memanfaatkan tenaga badai dan gelombang menjadi kekuatan guna
mendorong kapal melaju kencang disamudera nan luas, hal itu hanya
bisa dilakukan bergandeng tangan bersama seluruh elemen bangsa.
Role Model
Kepemimpinan
Tentu merealisasikan
sejumlah janji besar dalam waktu tidak lebih dari 3 bulan bukan hal
yang mudah, jelas bahwa hal tersebut tidak semudah membalik telapak
tangan. Perjalanan panjang dalam kehidupan negara memang sulit untuk
diukur dalam waktu singkat, namun prestasi terbaik tentu dapat
dilihat dari gebrakan dalam kurun waktu yang singkat untuk menegaskan
komitmen akan nilai kerakyatan
Kita tentu berkejaran
dengan waktu, untuk mengejar semua ketertinggalan bangsa ini. Tapi
semua kemungkinan dapat terjadi, asalkan terdapat perencanaan yang
kuat serta kemauan dalam eksekusi berbagai aktifitas terukur, hal
yang tidak mungkin menjadi mungkin sebagaimana cerita yang kemas oleh
Jules Verne dalam bukunya Around the World in 80 Days (1873).
Dalam merumuskan
perencanaan, tentu pemerintahan mendatang perlu memastikan terlebih
dahulu berbagai janji yang telah terucap. Pidato pembukaan Jokowi
dalam pelantikan kenegaraan telah memberikan isyarat penting kemana
kita akan menuju, namun demikian penyusunan kabinet dan bagaimana
para pembantu presiden dapat merumuskan mandat kedaulatan dalam
program kerja yang bersesuaian tentu perlu ditunggu.
Hal yang pasti perlu
dijadikan sebagai upaya melewati tanggungjawab dalam beban
kesejarahan bangsa kali ini adalah menguatkan peran role model
leadership, bahwa larut dalam kegembiraan haruslah disudahi,
saatnya menyingsingkan lengan baju untuk mewujudkan berbagai harapan
baru bagi Indonesia yang lebih baik dalam berbagai aspek
perikehidupan maupun percaturan internasional.
Pemimpin harus memberi
inspirasi, mendukung peran sebagai perekat, peneguh dan pemberi
motivasi untuk membangun kekuatan yang bersandar pada kekuatan publik
secara bersama, memberikan gelora penyemangat yang tidak
berkesudahan, berani untuk mengambil peran ke depan secara
bertanggung jawab dan menginduksi spirit kebangsaan sebagai sebuah
kesatuan yang tidak terpisahkan.
Sejatinya tugas kabinet
Jokowi tidaklah mudah, tantangan ekonomi dimasa depan sangatlah
berat, hal ini masih dapat disiasati dengan strategi dalam
perencanaan program kerja yang tepat dan terukur, dan dalam hal itu
maka sudah seharusnya pemerintah secara transparan membuka blue
print program kerja sehingga bisa dievaluasi dari waktu ke waktu,
guna memastikan pencapaian sesuai dengan tujuan asal.
Pembangunan basis
kekuatan maritim harus menjadi aksi dari sekedar janji, masyarakat
pesisir yang selama ini tertinggal dalam konteks pembangunan harus
mendapatkan prioritas yang setara dengan seluruh lapisan
masyarakat lainnya, termasuk masyarakat pedalam, terpencil dan pulau
terluar. Sektor kehutanan, pertanian dan energi harus menjadi fokus
kepentingan dalam menciptakan negara berdikari.
Konsepsi Trisakti yang
berdaulat, berdikari dan berkepribadian tentu harus dihadirkan bagi
bangsa ini secara utuh dari Sabang sampai Merauke. Sehingga dalam
waktu 100 hari, bukanlah menjadi durasi waktu yang muskil untuk dapat
melihat apa yang dilakukan oleh pemerintahan Jokowi, karena harapan
terbumbung itu begitu besar.
Warga bangsa Indonesia
perlu melihat sejaumana penerapan gagasan kerakyatan yang diusung
menjadi sebuah konsepsi kerja langsung nan praktis dibandingkan
segudang wacana normatif. Hal yang serba sulit bukan menjadi sebuah
kemustahilan bila pemerintah melalui simbolisasi kerja presiden
bekerja keras dan disambut oleh seluruh lapisan masyarakat secara
antusias membawa biduk besar negara-bangsa ini ke pulau harapan yang
adil, makmur dan sejahtera.
Sumber foto:
www.deviantart.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar