Perumusan strategi yang
diinisiasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan
Pengendalian Pembangunan (UKP4), dalam upaya memperkuat evaluasi
ketahanan energi dalam negeri tentu sesuai yang perlu diapresiasi,
namun demikian implementasi dari konsepsi gagasan tersebut perlu
dijadikan sebagai panduan kerja dalam kerangkan kabinet pemerintahan
terpilih mendatang.
Problematika energi
memang membelit bangsa ini, bagaimana tidak, negeri yang sudah
berubah menjadi peng-import minyak bumi ini mengandalkan konsumsi
bahan bakar melalui pmbelian dari mancanegara yang menggunakan nilai
acuan terhadap harga komoditas dunia berbasis valuta asing.
Senjangnya kebutuhan
domestik dibandingkan kemampuan produksi energi lokal menyebabkan
kerapuhan energi, terbilang Bahan Bakar Minyak yang dipergunakan pada
sektor transportasi dan sumber energi industri serta pembangkitan
listrik berkontribusi pada dampaknya atas anggaran negara.
Penjualan bahan bakar
yang masih menggenakan skema subsidi dalam transaksi penjualan BBM
oleh negara menyebabkan negara ini harus mengalokasikan skema
anggarannya dalam menambal kebutuhan subsidi, dan hal tersebut dalam
logika kumulatif menyebabkan terjadinya defisit anggaran.
Sialnya, defisit tersebut
pun direserve dengan menambah jumlah pinjaman luar negeri. Lebih jauh
lagi, posisi budget subsisi BBM bahkan dalam komposisi dominan bila
dihadapkan dengan anggaran infrastruktur yang diharapkan menjadi
lokomotif bagi peningkatan dan pemerataan pembangunan.
Pada esensinya Skenario
Bandung memperkenalkan konsepsi perbaikan atas design ketahanan
energi Indonesia dimasa mendatang dengan format:
- Skenario Ombak (debirokratisasi-perbaikan tata kelola energi).
- Skenario Badai (perubahan iklim-energi bersih).
- Skenario Karang (kerawanan politik regional-swasembada energi domestik).
- Skenario Awak (pengembangan pemberdayaan energi daerah).
Apakah keempat skenario
tersebut ampuh untuk dapat mengatasi persoalan yang kronis dari
bangsa ini akan ketergantungan energi fosil yang diperoleh melalui
mekanisme import, serta ditengarai terdapat tangan serta kuasa jahat
yang bermain dan dikenal sebagai mafia migas/ mafia energi?.
Ditahap akhir,
implementasi menjadi hal terpenting dalam ekseskusi sebuah skenario,
dan hal itu hanya akan diperoleh secara positif bila Kepemimpinan
mendatang dapat menempatkan prioritas penyelesaian masalah ketahanan
energi dari kepentingan yang paling dasar yakni berfokus pada energi
terbaharukan dengan memanfaatkan keanekaragaman sumber energi didalam
negeri.
Sebut saja, bio-fuel,
solar cell, gas bumi, panas bumi, batubara, energi gerak kicir angin,
serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan studi pada
tingkat uji coba dalam skala laboratorium untuk dieskalasi dalam
cakupan yang lebih besar, sekaligus meningkatkan martabat hasil
penelitian lokal yang bernilai kompetitif.
Ketergantungan yang
bersifat akut menempatkan kita memang hanya sebagai penonton yang
pasif, kita tidak bergerak sebagai pelaku yang aktif, dan dalam hal
tersebut maka peran perusahaan negara yang representasikan oleh BUMN
harus konsisten untuk memperkuat diri dalam kepentingan penguatan
ketahanan energi lokal.
Badan usaha negara serupa
Pertamina, harus berfokus pada penguasaan sektor hulu, mencari sumur
baru, merevitalisasi kapasitas kilang pengolahan, tentu lebih
memiliki makna signifikan dari sekedar mengurusi persoalan hilir yang
berkutat pada aspek distribusi, meski demikian kerja untuk memastikan
reduksi penyimpangan dan kebocoran serta menjalankan program
efisiensi tetap perlu dilakukan.
Ketika semua skema
seperti pada skenario Bandung telah mampu dipetakan dengan sempurna,
maka yang terpenting adalah ketegasan dalam bentuk dukungan stimulasi
kebijakan atas arah pembangunan ketahanan energi dimasa mendatang.
Untuk itulah skenario perlu dimainkan sesuai dengan peran
masing-masing pihak, dan kepemimpinan nasional dimasa mendatang
menjadi Sutradara peramu.
Perihal terbangun atau
tidaknya ketahanan energi dimasa mendatang tentu patut disimak dalam
episode dimana masyarakat akan bertindak sebagai penonton sekaligus
penentu apakah tontonan yang disajikan dinyatakan layak serta
bermutu. Tentu kita perlu melihat implementasi serta realisasinya.
Sumber
energi: republikoeindonesia.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar