Senin, 13 Oktober 2014

Menakar Masa Depan Ketahanan Energi, melalui Skenario Bandung dalam Sketsa Energi Indonesia 2030

Perumusan strategi yang diinisiasi oleh Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4), dalam upaya memperkuat evaluasi ketahanan energi dalam negeri tentu sesuai yang perlu diapresiasi, namun demikian implementasi dari konsepsi gagasan tersebut perlu dijadikan sebagai panduan kerja dalam kerangkan kabinet pemerintahan terpilih mendatang.

Problematika energi memang membelit bangsa ini, bagaimana tidak, negeri yang sudah berubah menjadi peng-import minyak bumi ini mengandalkan konsumsi bahan bakar melalui pmbelian dari mancanegara yang menggunakan nilai acuan terhadap harga komoditas dunia berbasis valuta asing.

Senjangnya kebutuhan domestik dibandingkan kemampuan produksi energi lokal menyebabkan kerapuhan energi, terbilang Bahan Bakar Minyak yang dipergunakan pada sektor transportasi dan sumber energi industri serta pembangkitan listrik berkontribusi pada dampaknya atas anggaran negara.

Penjualan bahan bakar yang masih menggenakan skema subsidi dalam transaksi penjualan BBM oleh negara menyebabkan negara ini harus mengalokasikan skema anggarannya dalam menambal kebutuhan subsidi, dan hal tersebut dalam logika kumulatif menyebabkan terjadinya defisit anggaran.

Sialnya, defisit tersebut pun direserve dengan menambah jumlah pinjaman luar negeri. Lebih jauh lagi, posisi budget subsisi BBM bahkan dalam komposisi dominan bila dihadapkan dengan anggaran infrastruktur yang diharapkan menjadi lokomotif bagi peningkatan dan pemerataan pembangunan.

Pada esensinya Skenario Bandung memperkenalkan konsepsi perbaikan atas design ketahanan energi Indonesia dimasa mendatang dengan format:
  1. Skenario Ombak (debirokratisasi-perbaikan tata kelola energi).
  2. Skenario Badai (perubahan iklim-energi bersih).
  3. Skenario Karang (kerawanan politik regional-swasembada energi domestik).
  4. Skenario Awak (pengembangan pemberdayaan energi daerah).

Apakah keempat skenario tersebut ampuh untuk dapat mengatasi persoalan yang kronis dari bangsa ini akan ketergantungan energi fosil yang diperoleh melalui mekanisme import, serta ditengarai terdapat tangan serta kuasa jahat yang bermain dan dikenal sebagai mafia migas/ mafia energi?.

Ditahap akhir, implementasi menjadi hal terpenting dalam ekseskusi sebuah skenario, dan hal itu hanya akan diperoleh secara positif bila Kepemimpinan mendatang dapat menempatkan prioritas penyelesaian masalah ketahanan energi dari kepentingan yang paling dasar yakni berfokus pada energi terbaharukan dengan memanfaatkan keanekaragaman sumber energi didalam negeri.

Sebut saja, bio-fuel, solar cell, gas bumi, panas bumi, batubara, energi gerak kicir angin, serta berbagai hasil penelitian yang telah dilakukan studi pada tingkat uji coba dalam skala laboratorium untuk dieskalasi dalam cakupan yang lebih besar, sekaligus meningkatkan martabat hasil penelitian lokal yang bernilai kompetitif.

Ketergantungan yang bersifat akut menempatkan kita memang hanya sebagai penonton yang pasif, kita tidak bergerak sebagai pelaku yang aktif, dan dalam hal tersebut maka peran perusahaan negara yang representasikan oleh BUMN harus konsisten untuk memperkuat diri dalam kepentingan penguatan ketahanan energi lokal.
Badan usaha negara serupa Pertamina, harus berfokus pada penguasaan sektor hulu, mencari sumur baru, merevitalisasi kapasitas kilang pengolahan, tentu lebih memiliki makna signifikan dari sekedar mengurusi persoalan hilir yang berkutat pada aspek distribusi, meski demikian kerja untuk memastikan reduksi penyimpangan dan kebocoran serta menjalankan program efisiensi tetap perlu dilakukan.

Ketika semua skema seperti pada skenario Bandung telah mampu dipetakan dengan sempurna, maka yang terpenting adalah ketegasan dalam bentuk dukungan stimulasi kebijakan atas arah pembangunan ketahanan energi dimasa mendatang. Untuk itulah skenario perlu dimainkan sesuai dengan peran masing-masing pihak, dan kepemimpinan nasional dimasa mendatang menjadi Sutradara peramu.

Perihal terbangun atau tidaknya ketahanan energi dimasa mendatang tentu patut disimak dalam episode dimana masyarakat akan bertindak sebagai penonton sekaligus penentu apakah tontonan yang disajikan dinyatakan layak serta bermutu. Tentu kita perlu melihat implementasi serta realisasinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar