Senin, 20 Oktober 2014

Mengadaptasi Tradisi Indonesia Ke Dalam Inovasi

Inovasi. Kata ini sangat identik dengan penggunaan, pemanfaatan dan penciptaan teknologi canggih dan terbaru. Identik dengan penciptaan sesuatu yang baru dan berbeda dari hal-hal yang sudah beredar di pasar.

Jika dikaitkan lebih jauh, pemanfaatan kemajuan teknologi akan menyebabkan kemudahan dan kecepatan dalam segala hal, termasuk komunikasi. Masyarakat lebih menyukai hal-hal yang berbau instant, termasuk cara berkomunikasi. Instant messeging menjadi pilihan utama.

Jangankan bertatap muka secara langsung, bahkan pembicaraan lewat telepon pun kini jarang dilakukan. Instant messeging, baik lewat Whats Up, BBM, Line, dan beberapa media instant messeging lain menjadi pilihan. Bahkan tidak jarang diskusi formal dan keputusan bisnis penting terjadi melalui media instant messege tersebut.

Dengan demikian, apakah masih ada ruang bagi tradisi Indonesia – keramahtamahan salah satunya, dalam dunia yang penuh dengan inovasi ini?.

Inovasi pada hakikatnya adalah menciptakan suatu pembaharuan yang bernilai tambah bagi konsumen. Tidak perlu sesuatu yang benar-benar baru atau sebut saja ‘wow’ dalam melakukan Inovasi. Karena hal terpenting dalam berinovasi adalah produk kita bisa memberikan nilai tambah bagi konsumen.

Inovasi bisa dilakukan dari hal-hal yang paling sederhana, yang paling dekat dengan akar bisnis yang kita jalankan. Bahkan, tidak jarang hal tersebut akan mendatangkan prestasi bagi kita.

Sebut saja PT Garuda Indonesia yang berhasil mengkombinasikan inovasi dengan budaya asli Indonesia. Bahkan, tidah hanya berhasil mengkombinasikan, PT Garuda Indonesia juga berhasil menuai penghargaan dari apa yang telah dilakukannya. Perusahaan penerbangan milik pemerintah ini berhasil meraih “The World’s Best Cabin Crew 2014” dari Skytrax - lembaga pemeringkat penerbangan independen yang berkedudukan di London, mengalahkan nominasi lainnya, yaitu Singapore Airlines dan Cathay Pacific Airways.

Sebenarnya apa yang telah dilakukan PT Garuda Indonesia?

Cukup sederhana. Mereka mengadaptasi tradisi dan budaya Indonesia dalam basic bisnis mereka: service. Mereka menawarkan konsep “Garuda Indonesia Experience” yang diimplementasikan melalui kelima panca indera, yaitu “sight”, “sound”, “taste”, “scent”, dan “touch”.

Service yang ditawarkan PT Garuda Indonesia sangat berbau Indonesia. Mulai dari makanan on board, pakaian para cabin crew, hingga keramahtamahan yang mereka tawarkan. Hal inilah yang menjadi faktor differentiation sekaligus selling point PT Garuda Indonesia disamping kombinasi dengan faktor-faktor Inovasi lain yang telah dilakukan perusahaan.

Contoh lain bentuk kolaborasi tradisi dan inovasi adalah apa yang dilakukan oleh perusahaan makanan cepat saji yang notabene berasal dari Negara luar. Sebut saja McDonald’s, KFC, dan Pizza Hut. Yang mereka adaptasi adalah kebiasaan masyarakat Indonesia mengkonsumsi nasi sebagai sumber karbohidrat.

Jika di Negara asalnya KFC dan McD menyajikan ayam dengan french fries, di Indonesia mereka memberikan pilihan penyajiannya dengan nasi. Bahkan, mereka menyediakan menu paket komplit: Nasi – Ayam – dan Minum.

Bahkan inovasi menu, memasukkan nasi dalam salah satu pilihan menu, dilakukan oleh Pizza Hut yang menurut asal usulnya adalah restoran penyaji Pizza. Tidak tanggung-tanggung, menu yang disajikan terdiri dari dua kategori pilihan menu yaitu rice grande dan rice hot plate.

Dan bukan saja berupa nasi, McD, KFC dan Pizza hut juga mengadaptasi menu lokal Indonesia, yaitu bubur ayam, dalam menu sarapan yang mereka tawarkan.

Belajar dari beberapa perusahaan raksasa yang telah disebutkan, sesungguhnya inovasi dan tradisi bisa berjalan beriringan, bahkan dikombinasikan menjadi produk yang bernilai jual tinggi. Yang dibutuhkan untuk mengkombinasikan keduanya adalah kemampuan kita melihat peluang pasar dan memadukannya dengan apa yang menjadi akar bisnis yang kita geluti.

Khoirunisya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar