Pemerintah melalui spokeperson
kementerian pertanian dipenghujung masa kepemimpinannya, sempat mencuatkan
usulan untuk menghapuskan subsidi pupuk bagi petani.
Hal ini disebabkan karena disparitas
harga pupuk subsidi dengan non-subsidi yang berakibat pada penyelewengan kuota
pupuk bersubsidi. Kondisi tersebut menyebabkan asumsi pencadangan subsidi pupuk
sebanyak 7.78 juta ton menjadi bertambah sekitar 9.55 juta ton.
Konsekuensi yang harus ditanggung
secara anggaran akibat terjadinya disalokasi atas distribusi pupuk bersubsidi
adalah pertambahan besaran subsidi senilai Rp4.13 triliun menjadi Rp18.05
triliun.
Bahkan disebutkan format dari bentuk
pengalihan atas kompensasi pencabutan subsidi pupuk nantinya akan berupa
pembangunan infrastruktur pertanian, seperti menjadi sumber dana bagi
kepentingan irigasi dan jaminan harga beli dari petani.
Tentu hal tersebut akan menjadi
konsideran dari pemerintahan yang baru, dalam domain pembentukan kebijakan
serta penyusunan program kerja yang akan dibuat pada periode 2014-2019
mendatang.
Jelas, bahwa ide pencabutan subsidi
pupuk memiliki dampak langsung yang dapat berakibat sebagai hantaman atas
insentif serta stimulasi dibidang pertanian. Terlebih sektor ini memiliki peran
penting bagi konsepsi ketahanan pangan yang mulai goyah.
Daya konsumsi yang bertambah tidak
diimbangi dengan revitalisasi sektor pertanian, membuat negara ini penuh
dibanjiri oleh import produk pertanian serta perkebunan, jelas hal tersebut
mengkhawatirkan.
Rendahnya kepemilikan lahan petani
lokal, bahkan status petani terdegradasi menjadi petani penggarap membuat
tingkat kesejahteraan pekerja yang terlibat dalam sektor pertanian menjadi
marjinal.
Setumpuk persoalan, mulai dari alih
fungsi lahan menjadi berbagai kegunaan lain membuat sektor pertanian menjadi
semakin terdesak. Belum lagi, kesulitan atas akses bibit, pupuk, pengairan
serta stabilisasi harga dikala panen raya belum juga terpecahkan.
Hilangnya peran penyuluh pertanian
hingga lemahnya lembaga ekonomi kolektif swadaya semacam koperasi unit desa
membuat bisnis di sektor pertanian menjadi penuh kerawanan.
Belum lagi pada persoalan difaktor
mekanisasi pertanian, kemudian berlanjut pada tingkat kesuburan tanah hingga
problematika cuaca seperti kemarau yang melanda saat dihampir seluruh daerah di
Indonesia sekarang.
Pada posisi tersebut, membuat para
pemburu rente yang mengail keuntungan dari kebijakan import pangan kemudian
menjadi memiliki celah masuk untuk membuat bangsa ini memiliki ketergantungan
akan pangan import.
Untuk persoalan subsidi pupuk, jelas
bahwa mekanisme yang salah adalah aspek distribusi, dan pola penerapan
implementasi subsidi. Bahwa subsidi diterima pabrik pupuk untuk
mendistribusikan ke tingkat petani melalui jalur distribusi dibawahnya
terselewengkan.
Pupuk bersubsidi kemudian dijual
dibawah harga pupuk non subsidi, mudah ditebak konsumennya adalah pelaku
dibidang pertanian serta perkebunan pula yang tidak termasuk menjadi daftar
sasaran penerima bantuan subsidi.
Jika logika sederhana itu mudah
dipahami, maka mekanisme pengawasan dan monitoring atas distribusi pupuk
bersubsidi harusnya menjadi terang benderang, termasuk pemberlakuan sanksi
tegas dalam bentuk hukuman kepada pelaku.
Bila subsidi pupuk dipertahankan,
lalu apakah perbaikan infrastruktur dan instrumen stabilisasi harga kemudian
menjadi diabaikan? Tentu tidak, asalkan alokasi subsidi pupuk sesuai,
dipastikan tidak terjadi rembesan, maka produktivitas diharapkan meningkat,
maka kolektif kumpulan petani kecil dapat menjadi partner pendukung pemerintah
untuk bersama membangun sistem irigasi yang baik, serta menguatkan peran serta
koperasi unit desa sebagai lumbung stabilisasi pangan terkecil.
Semua tentu berpulang kepada
pemerintahan baru, dalam formulasi dasar kebutuhan hidup manusia, maka pangan
menempati urutan prioritas, dan hal itu menjadi primary needs yang tidak dapat
ditawar lagi, jadi ketika kebijakan terkait bidang tersebut salah dikelola,
maka bisa dipastikan gejolak dan riaknya akan berdampak diberbagai bidang terkait.
Sumber foto:
www.ipotnews.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar