Konektivitas ekonomi
ditingkat dunia menjadi sebuah hal yang sulit dilepaskan dari
kerangka globalisasi, arus barang dan jasa dengan mudah melintas
batas negara, menjadi jembatan perantara dalam pemenuhan kebutuhan
suatu negara.
Kini saatnya, kecepatan
dan kekuatan ekonomi menjadi penentu permainan dikancah
internasional. Problemnya tidak semua negara memiliki kapasitas yang
cukup guna memanfaatkan celah perdagangan internasional.
Disisi lain, peluang
selalu datang bersamaan dengan ancaman, dan kita pernah mengalami
badai goncangan hebat dalam sistem perekonomian nasional pada medio
'97-98 yang kemudian bergolak hingga memasuki ranah politik hingga
berimbas pada reformasi tatanan kenegaraan.
Angin kencang perubahan
kerap datang tanpa diduga, situasi yang dinamis membuat semua pihak
khususnya para petinggi dan elit negeri yang berkedudukan dipusat
penentuan kebijakan harus mampu melihat dengan frame kacamata yang
meluas.
Berbagai kesimpulan dari
fase krisis ekonomi yang dimulai dengan jatuhnya nilai tukar pada
masa itu, membuat kita harus mulai waspada dan mencermati dengan
seksama perubahan arus ekonomi domestik.
Globalisasi akan
melibatkan arus uang masuk dan keluar dari suatu negara, oleh karena
itu momentum serupa krisis moneter tetap menjadi momok menakutkan
bagi emerging market seperti Indonesia. Kebijakan investasi asing
yang menjadikan pasar domestik sebagai lokasi investasi dengan
capital inflow yang bersifat hot money memang selalu menjadi kendala.
Keterbukaan yang luas dan
leluasa, membuat kondisi perekonomian lokal ditopang oleh dana
investasi asing yang bersifat short term alias jangka pendek, bahkan
bisa keluar setiap saat hal ini terjadi sebagai akibat dari kondisi
exit barrier yang rendah.
Terlebih instabilitas
politik dalam negeri kali ini memberikan sinyal kerawanan bagi
dampaknya kepada sektor ekonomi. Terlihat dari respon pasar yang
langsung bergejolak dengan penarikan arus dana asing (capital
outflow) yang bisa secara langsung menjadi ancaman kegoyahan sistem
ekonomi.
Investor memang tidak
mengenal batas negara, logika investasi hanya tunduk pada kepentingan
keuntungan. Imbal hasil yang tinggi dari nilai selisih hasil bertanam
modal menjadi motif serta pola perilaku utama para investor tersebut.
Benahi Layar saat
Badai Datang?
Pembangunan kekuatan
ekonomi lokal yang lepas dari dependensi atas modal asing merupakan
sebuah alternatif metode yang dapat dilakukan dengan melihat cerminan
atas kemampuan sektor UKM menjadi bagian penopang ekonomi atas krisis
ekonomi '97 ketika korporasi terpuruk.
Mengandalkan sumber
pembiayaan pembangunan dari kapasitas investasi lokal, terhitung
besaran kekuatan ekonomi dari pengelola dana pensiun BUMN hingga dana
abadi umat bisa menjadi sandaran bagi upaya pembangkitan pembangunan
yang bersifat infrastruktur fisik dasar seperti transportasi dan
komunikasi.
Penyusunan kabinet yang
kreatif, dimana para menteri nantinya yang ditunjuk memiliki
kecakapan serta keahlian terkait dengan upaya menangkal krisis dengan
metode yang out of the box, karena ketika kita hanya bersandar pada
bantuan lembaga kreditur kita sejatiny atengah menggadaikan masa
depan.
Perlakuan ketat atas
penganggaran, dimana aspek budgeting kenegaraan hendaknya ditekan
pada tingkat efektifitas serta efisiensi yang tinggi, dengan melihat
korelasi anggaran pada terciptanya stimulasi pertumbuhan ekonomi
secara riil yang berdampak langsung kepada masyarakat.
Waspadai sektor
perbankan, serta berlakukan “perang” terhadap berbagai tindakan
spekulatif. Kondisi krisis '97 terjadi ketika spekulan berposisi
mengambil untung dari kekisruhan, dan dampaknya ternyata kemudian
permanen ketika pemerintah tidak pernah bersiap dalam menghadapi
skenario terburuk.
Tidak pernah ada jurus
yang sama dalam menghadang badai, namun keahlian kepemimpinan akan
dicoba dalam periode krisis, oleh karena itu bekal kepemimpinan
mendatang adalah menjadi penyatu dengan kehendak rakyat, dalam arti
memiliki kemampuan berkomunikasi secara langsung dengan tujuan
membangun komitmen positif guna membangkitkan kepercayaan masyarakat
secara meluas.
Kepentingan lembaga donor yang kerap datang untuk memberikan fasilitas pinjaman terkadang seringkali menjadi short cut dari jawaban krisis, padahal ada biaya yang harus dibayar kemudian, hal itu mudah dilihat atas syarat pinjaman yang mewajibkan pembukan ekonomi secara lebih liberal.
Krisis tentu bersifat
spesifik, berkaita dengan multifaktor yang menjadi penyebab utamanya,
oleh karena itu maka penting sedari saat ini ketika kegentingan itu
belum mewujud secara utuh maka kita perlu berbenah memperbaiki layar
menjelang datangnya badai, semoga kita selamat sampai ditepian.
"Yesterday is
history, tomorrow still a mystery, but today is a gift.
That is why it is called
the present."
Master Oogway (KungFu
Panda)
Sumber foto:
www.perspektif.net
Tidak ada komentar:
Posting Komentar