Minggu, 12 Oktober 2014

Lepas dari Potensi Jebakan Krisis

Konektivitas ekonomi ditingkat dunia menjadi sebuah hal yang sulit dilepaskan dari kerangka globalisasi, arus barang dan jasa dengan mudah melintas batas negara, menjadi jembatan perantara dalam pemenuhan kebutuhan suatu negara.

Kini saatnya, kecepatan dan kekuatan ekonomi menjadi penentu permainan dikancah internasional. Problemnya tidak semua negara memiliki kapasitas yang cukup guna memanfaatkan celah perdagangan internasional.

Disisi lain, peluang selalu datang bersamaan dengan ancaman, dan kita pernah mengalami badai goncangan hebat dalam sistem perekonomian nasional pada medio '97-98 yang kemudian bergolak hingga memasuki ranah politik hingga berimbas pada reformasi tatanan kenegaraan.

Angin kencang perubahan kerap datang tanpa diduga, situasi yang dinamis membuat semua pihak khususnya para petinggi dan elit negeri yang berkedudukan dipusat penentuan kebijakan harus mampu melihat dengan frame kacamata yang meluas.

Berbagai kesimpulan dari fase krisis ekonomi yang dimulai dengan jatuhnya nilai tukar pada masa itu, membuat kita harus mulai waspada dan mencermati dengan seksama perubahan arus ekonomi domestik.

Globalisasi akan melibatkan arus uang masuk dan keluar dari suatu negara, oleh karena itu momentum serupa krisis moneter tetap menjadi momok menakutkan bagi emerging market seperti Indonesia. Kebijakan investasi asing yang menjadikan pasar domestik sebagai lokasi investasi dengan capital inflow yang bersifat hot money memang selalu menjadi kendala.

Keterbukaan yang luas dan leluasa, membuat kondisi perekonomian lokal ditopang oleh dana investasi asing yang bersifat short term alias jangka pendek, bahkan bisa keluar setiap saat hal ini terjadi sebagai akibat dari kondisi exit barrier yang rendah.

Terlebih instabilitas politik dalam negeri kali ini memberikan sinyal kerawanan bagi dampaknya kepada sektor ekonomi. Terlihat dari respon pasar yang langsung bergejolak dengan penarikan arus dana asing (capital outflow) yang bisa secara langsung menjadi ancaman kegoyahan sistem ekonomi.

Investor memang tidak mengenal batas negara, logika investasi hanya tunduk pada kepentingan keuntungan. Imbal hasil yang tinggi dari nilai selisih hasil bertanam modal menjadi motif serta pola perilaku utama para investor tersebut.

Benahi Layar saat Badai Datang?

Pembangunan kekuatan ekonomi lokal yang lepas dari dependensi atas modal asing merupakan sebuah alternatif metode yang dapat dilakukan dengan melihat cerminan atas kemampuan sektor UKM menjadi bagian penopang ekonomi atas krisis ekonomi '97 ketika korporasi terpuruk.

Mengandalkan sumber pembiayaan pembangunan dari kapasitas investasi lokal, terhitung besaran kekuatan ekonomi dari pengelola dana pensiun BUMN hingga dana abadi umat bisa menjadi sandaran bagi upaya pembangkitan pembangunan yang bersifat infrastruktur fisik dasar seperti transportasi dan komunikasi.
Penyusunan kabinet yang kreatif, dimana para menteri nantinya yang ditunjuk memiliki kecakapan serta keahlian terkait dengan upaya menangkal krisis dengan metode yang out of the box, karena ketika kita hanya bersandar pada bantuan lembaga kreditur kita sejatiny atengah menggadaikan masa depan.

Perlakuan ketat atas penganggaran, dimana aspek budgeting kenegaraan hendaknya ditekan pada tingkat efektifitas serta efisiensi yang tinggi, dengan melihat korelasi anggaran pada terciptanya stimulasi pertumbuhan ekonomi secara riil yang berdampak langsung kepada masyarakat.

Waspadai sektor perbankan, serta berlakukan “perang” terhadap berbagai tindakan spekulatif. Kondisi krisis '97 terjadi ketika spekulan berposisi mengambil untung dari kekisruhan, dan dampaknya ternyata kemudian permanen ketika pemerintah tidak pernah bersiap dalam menghadapi skenario terburuk.

Tidak pernah ada jurus yang sama dalam menghadang badai, namun keahlian kepemimpinan akan dicoba dalam periode krisis, oleh karena itu bekal kepemimpinan mendatang adalah menjadi penyatu dengan kehendak rakyat, dalam arti memiliki kemampuan berkomunikasi secara langsung dengan tujuan membangun komitmen positif guna membangkitkan kepercayaan masyarakat secara meluas.

Kepentingan lembaga donor yang kerap datang untuk memberikan fasilitas pinjaman terkadang seringkali menjadi short cut dari jawaban krisis, padahal ada biaya yang harus dibayar kemudian, hal itu mudah dilihat atas syarat pinjaman yang mewajibkan pembukan ekonomi secara lebih liberal.

Krisis tentu bersifat spesifik, berkaita dengan multifaktor yang menjadi penyebab utamanya, oleh karena itu maka penting sedari saat ini ketika kegentingan itu belum mewujud secara utuh maka kita perlu berbenah memperbaiki layar menjelang datangnya badai, semoga kita selamat sampai ditepian.

"Yesterday is history, tomorrow still a mystery, but today is a gift.
That is why it is called the present."
Master Oogway (KungFu Panda)


Sumber foto: www.perspektif.net

Tidak ada komentar:

Posting Komentar