Seperti terurai dalam
rencana ekonomi jangka pendek 2016-2020, Menteri Perencanaan Ekonomi
Malaysia menyatakan bila negeri jiran tersebut bertekad untuk menjadi
negara maju pada 2020. Hal itu memang menjadi target ambisius, namun
dipusat pemerintahan Kuala Lumpur nampak sangat percaya diri dengan
apa yang telah dirumuskan dalam economic plan yang diberi judul
Malaysia Plan-11.
Berdasarkan data ekonomi
Malaysia, nilai pendapatan perkapita perpososi 2013 adalah U$10.060
sementara untuk dapat masuk dalam kategori negara maju, maka ukuran
nilai pendapatan yang dijadikan sevagai acuan perkapita adalah U$
12.616, lebih jauh lagi Malaysia menargetkan pendapatan hingga
U$15.000 pada 2020.
Berbagai komitmen baru
pemerintahan Malaysia dicanangkan termasuk memangkas defisit anggaran
menjadi 3.5% tahun ini dan hanya akan dikisaran 3% pada tahun
mendatang. Disamping itu, peran swasta akan digenjot untuk dapat
mendukung pembangunan untuk berbagai aspek termasuk energi dan
transportasi yang diharapkan dapat menarik U$444 miliar hingga 2020.
Komposisi peran swasta
diharapkan meningkat dari 60% menjadi sekitar 71%, dengan asumsi
pembukaan lapangan pkerjaan yang dapat dikontribusikan mlalui
industri manufaktur dan infrastruktur.
Termasuk mempersiapkan
perbaikan pada standar pendidikan serta memangkan subsidi sebagai hal
yang tidak dapat dihindarkan mengatasi kendala anggaran pemerintah.
Tantangan Indonesia
dan Middle Income Trap
Kesiapan Malaysia
bertransformasi menjadi negara maju tentu diharapkan menjadi efek
reflektif atas pembelajaran penting bagi Indonesia. Saat negara
tetangga nan serumpun ini tengah berbenah, kita justru tengah
berjibaku dengan berbagai persoalan politik yang menjerat kemampuan
bangsa ini untuk dapat maju lebih jauh lagi, tentu menjadi sia-sia
bila kita stagnan dalam kondisi kemelut politik.
Sebagai negara dengan
kategori menengah, dimana pendapatan perkapita Indonesia baru
dikisaran U$4.700, maka ketidaksiapan diri didalam era globalisasi
sudah jelas dapat menjadi bumerang yang mengkhawatirkan. Tengok saja
pertumbuhan ekonomi Indonesia yang terus merosot diantara 5-6%,
bahkan kondisi asumsi growth tersebut bisa berlaku sangat fluktuatif.
Jika kondisi ini tidak
segera ditangani dengan baik, melalui soliditas serta sinergi pelaku
pasar, masyarakat, pemerintahan dan seluruh aparatus negara termasuk
parlemen, maka kita sedang akan berada dalam gua kegelapan, kondisi
ini dikenal sebagai jebakan negara kelas menengah (middle income
trap) yang gagal bertumbuh dan berkembang, dikarenakan fase
konsolidasi ekonominya mengalami gangguan.
Problem utama yang
menjadi faktor kunci dari kemampuan keluar dari jebakan tersebut
adalah stabilitas atas iklim ekonomi, termasuk dalam hal tersebut
influence yang dapat ditimbulkan atas faktor politik kenegaraan. Kita
tentu berharap kondisi gonjang-ganjing politik disudahi dengan
kesepakatan bahwa kita ingin bangsa ini menjadi sebuah entitas yang
kuat, berdikari dan berdaulat dimata dunia.
Konsensus yang sama dalam
perspektif tersebut, tentu harus didukung dengan rumusan formulasi
jitu yang ditawarkan oleh pemerintah selaku pihak eksekutif dalam
menjalankan roda pemerintahan, dengan berbagai instrumen kebijakan
pendukung tumbuhnya inisiatif ekonomi nan selaras diberbagai bidang
sebagai keunggulan kompetitif bangsa ini, dengan titik tekan disektor
pangan dan energi.
Kemudahan perijinan,
perbaikan infrastruktur dan reduksi ongkos biaya siluman yang
membebani dunia usaha ditanah air harus menjadi tugas yang bersifat
mandatory, sebagai kewajiban untuk mendukung insentif peran swasta
dalam membangun kekuatan ekonomi Indonesia, mendorok kisaran
pertumbuhan diatas 8-9% dimasa mendatang.
Salah satu yang tidak
dapat dipungkiri adalah dukungan dari penguatan saluran komunikasi
dan informasi dalam mendukung penguatan bisnis pada level pengusaha
UKM, karena daya saing yang dapat ditumbuhkan dalam membanguan daya
saing ekonomi adalah minat kewirausahaan yang disupport melalui
teknologi, sehingga kemerataan dan aksesbilitas sumber teknologi
menjadi penting.
Mampukan kita keluar dari
jerat ekonomi menengah ini? Semuanya sangat bergantung dari
sejauhmana para pihak yang berada distruktur pemerintahan negeri ini
untuk bekerjasama dengan apik dan bukan bertengkar atas kepentingan
kekuasaan yang tidak bermakna secara esensial bagi kepentingan
kesejahteraan kehidupan masyarakat secara menyeluruh.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar