Selama ini produk
elektronik China selalu diasosiasikan dengan kualitas yang rendah,
meski demikian produk tersebut memiliki kelebihan dalam konteks basis
harga yang murah. Xiaomi merupakan perusahaan mobile internet, yang
memproduksi smartphone bermerek yang sama.
Xiaomi dalam basaha
Tiongkok berarti beras kecil, meski kini telah menjadi momok
menakutkan bagi para pesaingnya. Meski merupakan perusahaan baru di
China pada 2010, kini Xiaomi melejit menjadi penguasa teknologi
terkemuka senilai lebih dari U$10 miliar serta memiliki 3.000-an
karyawan.
Berdasarkan penelusuran
portal resmi perusahaan www.mi.com,
maka logo perusahaan yang bertuliskan MI tersebut adalah bagian dari
Mission Impossible perusahaan ini untuk mendobrak tradisi dan
batasan, dimana kerangka pelanggan dalam komunitas yang dihimpun
karena kesukaan akan produk smartphone tersebut, dibangun
dengan konsepsi tagline “Just for Fans”.
Bahkan ketika paparan
keuangan Samsung si penguasa pasar smartphone di Kuarter ke-III 2014
yang jatuh posisi penjualannya hanya 47 triliun won, dengan
keuntungan yang melorot hingga 59,6% hingga 4.1 triliun won atau
setara U$3.8 miliar (Rp 46,3 triliun), maka Xiaomi disebut sebagai
salah satu kompetitor yang masuk perhitungan Samsung dalam
menggerogoti penjualan secara worldwide.
Bagaimana start up
company ini bersaing? Kekuatan yang dibangun adalah dari
teknologi yang mumpuni dengan harga penawaran yang murah.
Profesionalisme dari para pendirinya juga merupakan strong point yang
mendukung pngembangan perusahaan “bau kencur” ini.
Hampir seluruh jajaran
petinggi di Xiaomi, termasuk Jun Lei sebagai CEO adalah lulusan
universitas teknologi terkemuka di Amerika, termasuk membesut Hugo
Barra sebagai expatriat yang memiliki segudang pengalaman sebagai
Vice President of Android Product Management Google
sebelumnya.
Strategi Hi Spec
with Low Cost
Experience yang
ditawarkan Xiaomi adalah spesifikasi yang tinggi dengan layar lebar,
tentu dengan harga yang rendah. Pilihan Cost Leadership
sebagai pilihan strategi generik hanya dapat dilakukan dengan
memangkas biaya extra, sehingga benefit yang di-offering ke
pelanggan menjadi kompetitif.
Bayangkan saja, untuk
tipe smartphone yang tipikal low end, seperti model Hongmi si
“Beras Merah”, margin keuntungannya terbilang tipis, biaya
produksinya diperkirakan USD 86, dengan banderol harga jual hanya USD
113, dan hal itu dilakukan untuk memperbesar serapan produk Xiaomi.
Bukan tanpa nyali, produk
setara Hongmi besutan Xiaomi dipasaran sudah masuk ke harga jual
lebih dari 2 kali lipat harga jual Hongmi, dan itu adalah salah satu
keunggulan bersaing dari si “Beras Kecil” ini menghadapi para
pesaingnya yang telah menjadi legenda dan raksasa.
Gerak cepat Xiaomi memang
patut diperhitungkan, tengok saja nilai penjualan yang mencapai 18.7
juta unit pada 2013, meningkat 160% dari periode sebelumnya dengan
meraup perolehan volume sales sebesar 31,6 miliar Yuan atau
sekitar U$ 5,2 miliar dollar.
Popularitas yang
meningkat dari Xiaomi dengan mudah terlihat pada permintaan ponsel
Hongmi yang mencapai 7,4 juta pre-order, padahal persediaan terbatas.
Oleh karena itu, Xiaomi tengah merancang upaya untuk mengembangkan
dan mengintegrasikan pendapatan melalui software.
Pertumbuhan permintaan
ponsel pintar dunia yang meningkat diperkirakan setara 23% tahun ini
menjadi 1,2 miliar unit menjadi acuan bagi Xiaomi untuk mendunia
tidak hanya berkonsentrasi pada pasar China dan hal itu dilaksanakan
dengan tidak meninggalkan strategi yang sama.
Tantangan Hunger
Marketing
Sebagian kalangan menilai
apa yang dilakukan Xiaomi adalah upaya melakukan manipulasi pasar
dengan membentuk psikologi pembelian. Bagaimana tidak, bahkan di
Indonesia, penjualan 5.000 unit Redmi tipe 1S ludes bak kacang goreng
tidak kurang dari hitungan 7 menit saja.
Keriuhan yang sama dan
menjadi inspirasi juga dilakukan dinegara asalnya Tiongkok, dimana
promosi produk Xiaomi dilakukan dengan menggunakan Weibo -serupa
sosial media layaknya Twitter disana, dan ini efektif menembus
penjualan dengan rekor 150 ribu ponsel Xiomi terjual dalam 10 menit.
Seperti dinyatakan
sebelumnya, teknik “Hunger Marketing” dilakukan dengan
melebihkan produk sehingga tampak sulit ditemukan. Penjualan
ditumbuhkan serta dipancing dengan batas waktu yang terbatas, diberi
kuota jumlah produk dan hal ini menimbulkan rasa penasaran secara
psikologis.
Efek viral yang
ditimbulkan melalui referral sosial media, membuat lapisan calon
pelanggan baru kemudian tidak sabar untuk menanti penjualan Xiaomi
berikutnya, sehingga pada periode selanjutnya Xiomi dapat mulai
memainkan instrumen harga sebagai variabel penghasil keuntungan.
Sebagai sebuah analisa
dalam strategi pemasaran Xiaomi, tentu hal tersebut boleh jadi benar
adanya, bahkan Xiaomi sendiri mengakui bila mempergunakan teknik
"Flash Sale" dimana penjualan dilakukan dalam jumlah
unit yang terbatas dalam kurun waktu tertentu.
Dalam konsepsi Xiaomi,
kemampuan produksi yang terbataslah yang membuat hal itu terjadi,
sebab tidak mungkin dilakukan upaya menahan stock hanya untuk
meningkatkan harga jual, karena ongkos produksi dan biaya penyimpanan
justru akan membuat gangguan finansial, sesuatu yang rasional.
Dibalik semua perdebatan
tersebut, maka yang akan menentukan tetaplah konsumen untuk
menyatakan kepuasan atau kekecewaan, karena dalam produk teknologi
kegunaan yang mumpuni dapat dengan mudah dikenali baik dalam aspek
hardware maupun aspek performa unjuk kinerja gadget
tersebut.
Tantangan Xiaomi
Sebagai pendatang baru,
tentu Xiaomi adalah potensi persoalan bagi pemain lama diindustri
smartphone. Dalam banyak kesuksesan yang dicatatkan Xiaomi tetap saja
penguasaan teknologi akan berpihak pada pemilik pengetahuan dan
pasar, oleh karena itu langkah Xiaomi untuk masuk ke pasar
internasional terbilang tepat dalam meluaskan jangkauan.
Disisi yang lain, skema
Flash Sale yang dilakukan dengan memanfaatkan saluran distribusi
e-commerce mampu membuat efisiensi signifikan dalam membentuk harga
yang menarik bagi para konsumennya secara kompetitif, karena komponen
biaya iklan, promosi dan logistik dapat dipangkas.
Namun secara bersamaan,
tantangan pertumbuhan Xiaomi yang telah bertengger diposisi ke-5
dunia, akan sangat bergantung dari bagaimana para penguasa pasar
seperti Samsung, Apple, Huawei dan Lenovo menghadirkan kejutan
teknologi melalui lembaga R&D mereka.
Sebagai pemain baru,
kesuksesan Xiaomi tentu tidak dapat diremehkan, LG sudah merasakan
disalip si “Beras Kecil”, disamping kekuatan teknologi yang harus
diperkuat adalah relasi dengan pelanggan loyal yang diidentifikasi
sebagai Mi-Fans melalui pembangunan jaringan komunikasi
intensif.
Melalui konsep
keterhubungan dengan pelanggan tersebut, maka Xiaomi dapat melihat
trend dan prediksi selera konsumen selanjutnya. Terobosan yang cool
dengan membangun karakter unik sebagai perwujudan atas gagasan yang
cerdik menjadikan ikon kelinci lucu sebagai lambang keberuntungan,
bahkan boneka maskot Xiaomi ini mampu terjual 180 ribu unit pada
2012.
Nilai tambah yang tidak
berwujud selanjutnya adalah membangun kepuasan pelanggan melalui
kanal after sales service yang kerap kali menjadi masalah dari
produk China dan untuk yang terakhir ini, Xiaomi harus membuktikan
secara nyata.
Kali ini, Xiaomi telah
berjaya menjadi penakluk, membuat pemain lama merem-melek, pelanggan
adalah penentu dipasar, kita tentu perlu melihat konsistensinya
kemudian, apakah pelanggan akan menempatkan Xiaomi menjadi jawara
atau sekedar produk pengekor semata.
Sumber foto:
thenextweb.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar