Selasa, 07 Oktober 2014

Xiaomi: saat si”Beras Kecil” jadi Penantang Raksasa

Selama ini produk elektronik China selalu diasosiasikan dengan kualitas yang rendah, meski demikian produk tersebut memiliki kelebihan dalam konteks basis harga yang murah. Xiaomi merupakan perusahaan mobile internet, yang memproduksi smartphone bermerek yang sama.

Xiaomi dalam basaha Tiongkok berarti beras kecil, meski kini telah menjadi momok menakutkan bagi para pesaingnya. Meski merupakan perusahaan baru di China pada 2010, kini Xiaomi melejit menjadi penguasa teknologi terkemuka senilai lebih dari U$10 miliar serta memiliki 3.000-an karyawan.

Berdasarkan penelusuran portal resmi perusahaan www.mi.com, maka logo perusahaan yang bertuliskan MI tersebut adalah bagian dari Mission Impossible perusahaan ini untuk mendobrak tradisi dan batasan, dimana kerangka pelanggan dalam komunitas yang dihimpun karena kesukaan akan produk smartphone tersebut, dibangun dengan konsepsi tagline “Just for Fans”.

Bahkan ketika paparan keuangan Samsung si penguasa pasar smartphone di Kuarter ke-III 2014 yang jatuh posisi penjualannya hanya 47 triliun won, dengan keuntungan yang melorot hingga 59,6% hingga 4.1 triliun won atau setara U$3.8 miliar (Rp 46,3 triliun), maka Xiaomi disebut sebagai salah satu kompetitor yang masuk perhitungan Samsung dalam menggerogoti penjualan secara worldwide.

Bagaimana start up company ini bersaing? Kekuatan yang dibangun adalah dari teknologi yang mumpuni dengan harga penawaran yang murah. Profesionalisme dari para pendirinya juga merupakan strong point yang mendukung pngembangan perusahaan “bau kencur” ini.

Hampir seluruh jajaran petinggi di Xiaomi, termasuk Jun Lei sebagai CEO adalah lulusan universitas teknologi terkemuka di Amerika, termasuk membesut Hugo Barra sebagai expatriat yang memiliki segudang pengalaman sebagai Vice President of Android Product Management Google sebelumnya.

Strategi Hi Spec with Low Cost

Experience yang ditawarkan Xiaomi adalah spesifikasi yang tinggi dengan layar lebar, tentu dengan harga yang rendah. Pilihan Cost Leadership sebagai pilihan strategi generik hanya dapat dilakukan dengan memangkas biaya extra, sehingga benefit yang di-offering ke pelanggan menjadi kompetitif.

Bayangkan saja, untuk tipe smartphone yang tipikal low end, seperti model Hongmi si “Beras Merah”, margin keuntungannya terbilang tipis, biaya produksinya diperkirakan USD 86, dengan banderol harga jual hanya USD 113, dan hal itu dilakukan untuk memperbesar serapan produk Xiaomi.

Bukan tanpa nyali, produk setara Hongmi besutan Xiaomi dipasaran sudah masuk ke harga jual lebih dari 2 kali lipat harga jual Hongmi, dan itu adalah salah satu keunggulan bersaing dari si “Beras Kecil” ini menghadapi para pesaingnya yang telah menjadi legenda dan raksasa.

Gerak cepat Xiaomi memang patut diperhitungkan, tengok saja nilai penjualan yang mencapai 18.7 juta unit pada 2013, meningkat 160% dari periode sebelumnya dengan meraup perolehan volume sales sebesar 31,6 miliar Yuan atau sekitar U$ 5,2 miliar dollar.

Popularitas yang meningkat dari Xiaomi dengan mudah terlihat pada permintaan ponsel Hongmi yang mencapai 7,4 juta pre-order, padahal persediaan terbatas. Oleh karena itu, Xiaomi tengah merancang upaya untuk mengembangkan dan mengintegrasikan pendapatan melalui software.
Pertumbuhan permintaan ponsel pintar dunia yang meningkat diperkirakan setara 23% tahun ini menjadi 1,2 miliar unit menjadi acuan bagi Xiaomi untuk mendunia tidak hanya berkonsentrasi pada pasar China dan hal itu dilaksanakan dengan tidak meninggalkan strategi yang sama.

Tantangan Hunger Marketing

Sebagian kalangan menilai apa yang dilakukan Xiaomi adalah upaya melakukan manipulasi pasar dengan membentuk psikologi pembelian. Bagaimana tidak, bahkan di Indonesia, penjualan 5.000 unit Redmi tipe 1S ludes bak kacang goreng tidak kurang dari hitungan 7 menit saja.

Keriuhan yang sama dan menjadi inspirasi juga dilakukan dinegara asalnya Tiongkok, dimana promosi produk Xiaomi dilakukan dengan menggunakan Weibo -serupa sosial media layaknya Twitter disana, dan ini efektif menembus penjualan dengan rekor 150 ribu ponsel Xiomi terjual dalam 10 menit.

Seperti dinyatakan sebelumnya, teknik “Hunger Marketing” dilakukan dengan melebihkan produk sehingga tampak sulit ditemukan. Penjualan ditumbuhkan serta dipancing dengan batas waktu yang terbatas, diberi kuota jumlah produk dan hal ini menimbulkan rasa penasaran secara psikologis.

Efek viral yang ditimbulkan melalui referral sosial media, membuat lapisan calon pelanggan baru kemudian tidak sabar untuk menanti penjualan Xiaomi berikutnya, sehingga pada periode selanjutnya Xiomi dapat mulai memainkan instrumen harga sebagai variabel penghasil keuntungan.

Sebagai sebuah analisa dalam strategi pemasaran Xiaomi, tentu hal tersebut boleh jadi benar adanya, bahkan Xiaomi sendiri mengakui bila mempergunakan teknik "Flash Sale" dimana penjualan dilakukan dalam jumlah unit yang terbatas dalam kurun waktu tertentu.

Dalam konsepsi Xiaomi, kemampuan produksi yang terbataslah yang membuat hal itu terjadi, sebab tidak mungkin dilakukan upaya menahan stock hanya untuk meningkatkan harga jual, karena ongkos produksi dan biaya penyimpanan justru akan membuat gangguan finansial, sesuatu yang rasional.

Dibalik semua perdebatan tersebut, maka yang akan menentukan tetaplah konsumen untuk menyatakan kepuasan atau kekecewaan, karena dalam produk teknologi kegunaan yang mumpuni dapat dengan mudah dikenali baik dalam aspek hardware maupun aspek performa unjuk kinerja gadget tersebut.

Tantangan Xiaomi

Sebagai pendatang baru, tentu Xiaomi adalah potensi persoalan bagi pemain lama diindustri smartphone. Dalam banyak kesuksesan yang dicatatkan Xiaomi tetap saja penguasaan teknologi akan berpihak pada pemilik pengetahuan dan pasar, oleh karena itu langkah Xiaomi untuk masuk ke pasar internasional terbilang tepat dalam meluaskan jangkauan.

Disisi yang lain, skema Flash Sale yang dilakukan dengan memanfaatkan saluran distribusi e-commerce mampu membuat efisiensi signifikan dalam membentuk harga yang menarik bagi para konsumennya secara kompetitif, karena komponen biaya iklan, promosi dan logistik dapat dipangkas.

Namun secara bersamaan, tantangan pertumbuhan Xiaomi yang telah bertengger diposisi ke-5 dunia, akan sangat bergantung dari bagaimana para penguasa pasar seperti Samsung, Apple, Huawei dan Lenovo menghadirkan kejutan teknologi melalui lembaga R&D mereka.

Sebagai pemain baru, kesuksesan Xiaomi tentu tidak dapat diremehkan, LG sudah merasakan disalip si “Beras Kecil”, disamping kekuatan teknologi yang harus diperkuat adalah relasi dengan pelanggan loyal yang diidentifikasi sebagai Mi-Fans melalui pembangunan jaringan komunikasi intensif.

Melalui konsep keterhubungan dengan pelanggan tersebut, maka Xiaomi dapat melihat trend dan prediksi selera konsumen selanjutnya. Terobosan yang cool dengan membangun karakter unik sebagai perwujudan atas gagasan yang cerdik menjadikan ikon kelinci lucu sebagai lambang keberuntungan, bahkan boneka maskot Xiaomi ini mampu terjual 180 ribu unit pada 2012.

Nilai tambah yang tidak berwujud selanjutnya adalah membangun kepuasan pelanggan melalui kanal after sales service yang kerap kali menjadi masalah dari produk China dan untuk yang terakhir ini, Xiaomi harus membuktikan secara nyata.

Kali ini, Xiaomi telah berjaya menjadi penakluk, membuat pemain lama merem-melek, pelanggan adalah penentu dipasar, kita tentu perlu melihat konsistensinya kemudian, apakah pelanggan akan menempatkan Xiaomi menjadi jawara atau sekedar produk pengekor semata.

Sumber foto: thenextweb.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar