Tuntas semua teka-teki itu, Ahad
sore (26/10) Presiden Jokowi mengumumkan nama para menteri yang akan menjadi bagian
dari kerangka kabinet dibawah kepemimpinannya.
Terdiri dari 34 Kementerian, dengan
4 diantaranya merupakan Kementerian Koordinator, yang dinamakan kabinet Kerja,
sesuai dengan gagasan pemerintahan yang mengusung prinsip berlari kencang
dengan semboyan: kerja, kerja, kerja.
Setelah sepekan dalam kondisi yang
belum menentu, maka akhir pekan kali ini tuntas sudah pengumuman nama dan
nomenklatur kementerian yang diharapkan dapat mengurai sejumlah janji serta
menjawab begitu banyak harapan dari visi pemerintahan Jokowi.
Pengumuman nama adalah awalan, dan
jelas bukan sebuah akhir dari periode kepemimpinan nasional, karena kita akan
menagih janji akan komitmen kerja dari kabinet yang bernama serupa tersebut.
Konsepsi Trisakti yang digadang
sebagai ruh dari spirit kerja pemerintahan kali ini harus mampu menterjemahkan
secara praktis dan implementatif persoalan: Berkedaulatan secara Politik,
Berdikari dalam Ekonomi serta Berkepribadian dalam Kebudayaan.
Menilik jumlah komposisi menteri,
baik dari kalangan partai politik maupun profesional yang ditempatkan, maka 15
(profesional partai) berbanding 19 (profesional swasta) jelas mengisyaratkan
bahwa tim kerja pendukung presiden hendak berlari sekencang mungkin.
Tantangan
Kerja
Problem yang akan dihadapi tentu
tidak sedikit, karena para profesional baik dari instrumen partai politik
maupun swasta tersebut perlu merancang program kerja yang bersesuaian dengan
visi Indonesia Hebat yang bernafas agenda prioritas Nawa Cita dengan Revolusi
Mental.
Berbagai hambatan jelas perlu
dipetakan sebagai identifikasi dalam membangun sinergi yang harmonis lintas
sektoral secara saling mendukung antar kementerian, karena kolektif
pemerintahan dinilai secara totalitas akumulatif dan bukan satu persatu
kementerian semata.
Beberapa kondisi yang akan menjadi
tantangan kedepan bagi Kabinet Kerja adalah:
(1) Membuka kebuntuan komunikasi
dengan mitra kerja diparlemen (baca: legislatif) yang didominasi oleh kelompok
asosiasi oposisi, dengan komitmen janji melakukan supervisi ketat atas program
kerja pemerintah.
(2) Jebakan rutinitas serta
administrasi birokrasi, berlapisnya struktur dalam sebuah kementerian
berpotensi memperlambat laju kerja sang menteri, ketika tidak mampu mendobrak
kebiasaan institusi teruntuk out of the box.
(3) Pembuktian diri independen dan
lepas dari konflik kepentingan, tidak bisa dipungkiri profesional swasta maupun
dari partai politik dengan mudah dikenali serta disinyalir bila terdapat vested
interest maupun rangkap jabatan baik bagi kepentingan ekonomi maupun politik
terkait.
(4) Waktu adaptasi yang harus
dipercepat, karena kabinet kerja harus bertumpu serta mengandalkan faktor
kecepatan dan keterukuran dalam pencapaian hasil, prestasi jangka pendek harus
dapat ditoreh dalam 100 hari kerja yang efektif.
(5) Membangun keteladanan ditengah
publik, karena menteri adalah pembantu langsung presiden dalam mewujudkan visi
sesuai bidang yang ditentukan, sehingga faktor kepemimpinan dan suri tauladan
menjadi penting dalam membangun kepercayaan serta menjalankan program kerja.
Tidak dapat ditampik polemik
persoalan pemasangan nama dan jabatan pasti menuai kontroversi, karena tidak
semua pihak dapat terpuaskan dengan satu keputusan, namun harus bisa dipastikan
semua pihak terpuaskan melalui bukti kerja dalam realita nantinya, dan itu
sumpah dalam janji sebagai kerja pengabdian sebagai menteri.
Persoalan titipan yang berkonotasi
nepotisme, dan politik transaksional melalui penjatahan atas kursi partai
politik pendukung ditambah lagi dengan kisruh rekomendasi bersih dari KPK serta
PPATK harus dapat dijawab dengan lugas serta sigap melalui prestasi pencapaian
dalam kerja nyata langsung bagi rakyat.
Kita mencatat dengan garis tebal,
dalam pidato pengumuman nama menteri, Jokowi berbicara tentang penetapan secara
berhati-hati dan cermat disertai pertimbangan operasional, manajerial serta
leadership sebagai sebuah komitmen terang benderang dalam menegakkan wibawa
pemerintahan.
Semoga tidak ada jajaran pembantu
presiden yang tersandera kasus hukum dikemudian hari, karena mulai detik dihari
ini sejatinya mereka harus sudah bekerja dalam kerangka tim kerja untuk bangsa
dan negara, terlebih waktu kerja itu telah dikurangi seminggu bagi proses
finalisasi penentuan formatur menteri. Bila tidak maka mekanisme rs-shuffle
adalah jawaban lanjutan.
Sumber foto:
www.jpnn.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar