Pertarungan politik kali ini tidak
berada diranah substansi, penguatan posisi antar kubu imbas PilPres
terkristalisasi hingga lingkup legislatif, dan hal itu semakin menjauhkan
pembahasan agenda hajat hidup publik.
Koalisi partai yang terbelah dan
terpolarisasi tersebut, membentuk kutub yang sulit bersinergi dan tidak bisa
berada dalam satu sudut pandang yang sama dalam membahas tematik kerakyatan.
Ego kelompok dibangun dengan alasan
yang sama, demi kepentingan rakyat! Entah apakah itu wujud dari representasi
atas aspirasi publik yang diwakili, atau sekedar alasan yang dibangun untuk
membangun sebuah dasar pembenaran.
Secara jelas, kondisi kubu koalisi
partai kali ini semakin meruncing dan semakin mengkhawatirkan. Banyak aspek
krusial yang luput dibicarakan dibanding politik permukaan kulit.
Kita belum masuk pada persoalan
tantangan globalisasi, lemahnya nilai tukar, defisit perdagangan, kondisi
ekonomi mikro dan makro, kendala infrastruktur, subsidi BBM serta upaya
pencapaian tujuan strategis kesejahteraan bangsa sehingga setara ditingkat
dunia.
Selebriti politik yang dilantik kali
ini, mulai terjebak dipusaran epidermis. Eskalasi optimisme gagal dibangun,
karena kita berpusat pada Pride politik kelompok bukan sebagai sebuah
negara-bangsa.
Kalau kita terus tersandera dengan
drama politik yang irasional seperti ini, jangan pernah tanya apa yang bisa
dibangun secara bersama, karena tiada kebersamaan, kecuali hanya kelompok Anda
dan kelompok kami.
Politik dalam konteks bernegara
bukan soal logika zero sum game, karena mereka mewakili suara yang diharapkan
membawa perubahan positif bagi bangsa ini ke depan.
Jika koalisi selalu bertarung secara
adequate, maka satu yang pasti rakyat-lah yang menjadi korban dari pergulatan
elit. Merah Putih Indonesia harus Hebat dan Raya sebagai sebuah kesatuan yang
utuh dan tidak bisa dipisahkan.
Sumber foto: m.okezone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar