McDonald's tentu sangat
diingat sebagai waralaba restoran siap saji yang mendunia, tidak
pelaku disegala penjuru dikolong langit ini outletnya menyebar dan
berbiak. Namun cacatan keuangan berdasarkan ekspose kuartal ketiga
2014 mencacatkan penurunan laba 30%.
Perolehan laba sampai sat
paparan sekiuar U$1.07 miliar, dibanding pada periode yang sama
ditahun sebelumnya yang mencapai U$1.52 miliar, dikarenakan kompetisi
yang semakin menguat ditambah dengan kesadaran publik mengenai
makanan sehat yang menjadi daya tekan bagi bisnis fastfood ini.
Jaringan terbaru
McDonald's di Cina pun terpukul, termasuk diberbagai wilayah lain.
Namun secara keseluruhan penurunan tersebut dikontribusi terbesar
oleh sumbangan di Asia-Pasifik, Timur Tengah dan Afrika. Hal ini
membuat Ronald McDonald's harus berpikir keras akan bisnisnya.
Membangun Taste Lokal Go
Global
Bisnis kuliner tidak bisa
dielakkan menjadi usaha yang menarik, karena persoalan perut dan
selera lidah memang menjadi kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar,
oleh karena itu sebenarnya terdapat celah ketika merek internasional
semacam McD mulai ditinggalkan pelanggan.
Berdasarkan evaluasi yang
dilakukan berdasarkan survey internal McD, berbagai persoalan menjadi
penyebab dari koreksi pertumbuhan bisnis McDonald's, seperti: layanan
drive thru yang lebih lama 9 detik dibandingkan industri yang setara.
Disisi lain, faktor
pelemahan disebagkan karena beban produk baru yang intensif membuat
outlet kewalahan untuk melakukan pengelolaan dan edukasi konsumen,
lebih jauh lagi upaya reduksi kerugian dengan menaikkan harga jual
justru membuat McDonald's menjadi pilihan terakhir.
Tidak dapat dipungkiri,
pemahaman pelanggan tentang agaya hidup sehat sebagai trend lifestyle
memang tengah berada dalam periode pasang, sehingga konsumen
membatasi diri dari kehendak atas konsumsi makanan yang dikategorikan
dalam asosiasi sebagai makanan tidak sehat, untuk hal ini
sesungguhnya McD harus bisa melakukan counter atas hygienitas dan
kesehatan versi si Badut Ronald.
Apa yang penting sebagai
pelajaran dari kasus McDonald's kali ini? Bahwa pelanggan adalah
penentu bisnis Anda, menjadikan pelanggan sebagai orientasi utama
dari gerak usaha anda adalah sebuah keharusan, oleh karena itu
pemahaman akan pelanggan yang mudah berubah menjadi signifikan.
Konsumen saat ini
memiliki sikap kritis, informasi dengan mudah didapatkan melalui
gadget smartphone dengan sambungan internet berkecepatan tinggi,
lebih jauh refferal influence baik dalam makna positif maupun negatif
bisa dengan cepat menyebar melalui sosial media dan berbagai platform
jejaring sosial.
Secara jernih, konsumen
tentu ingin sehat tanpa harus kehilangan hak atas pemenuhan kebutuhan
konsumsi, plus disertai dengan harga yang kompetitif. Affordable dan
reasonable adalah dua kata kunci yang harus disandingkan dengan
kualitas taste and service yang dikembangkan oleh bisnis resto.
Kekuatan McDonald's
adalah nilai merek yang kuat, namun hal tersebut ternyata tidak mampu
membendung penurunan bisnis yang cukup drastis sebesar 30%, dan
pelanggan yang beralih di Asia khususnya di Indonesia menjadi peluang
untuk menjadi pangsa pasar akan produk baru.
Mengembalikan selera
lidah tradisional yang kemudian dikemas melalui tampilan
internasional tentu bisa dimajukan. Menjadikan food legacy sebagai
bentuk apresiasi budaya lokal, tentu dapat menjadi bagian dari upaya
generasi modern untuk menjaga adat serta tradisi kultural.
Bila hal tersebut bisa
dipastikan mampu diformulasi dalam eksekusi yang baik, sesungguhnya
terbuka pintu peluang yang lebar memanfaatkan celah atas fakta bahwa
masyarakat konsumen saat ini telah mulai bosan untuk mengkonsumsi
makanan dengan tematik yang seragam serupa McDonald's.
Sumber foto; www.wikicarapedia.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar