Rabu, 22 Oktober 2014

Rethinking McDonald's, Opportunity Brand Lokal

McDonald's tentu sangat diingat sebagai waralaba restoran siap saji yang mendunia, tidak pelaku disegala penjuru dikolong langit ini outletnya menyebar dan berbiak. Namun cacatan keuangan berdasarkan ekspose kuartal ketiga 2014 mencacatkan penurunan laba 30%.

Perolehan laba sampai sat paparan sekiuar U$1.07 miliar, dibanding pada periode yang sama ditahun sebelumnya yang mencapai U$1.52 miliar, dikarenakan kompetisi yang semakin menguat ditambah dengan kesadaran publik mengenai makanan sehat yang menjadi daya tekan bagi bisnis fastfood ini.

Jaringan terbaru McDonald's di Cina pun terpukul, termasuk diberbagai wilayah lain. Namun secara keseluruhan penurunan tersebut dikontribusi terbesar oleh sumbangan di Asia-Pasifik, Timur Tengah dan Afrika. Hal ini membuat Ronald McDonald's harus berpikir keras akan bisnisnya.

Membangun Taste Lokal Go Global

Bisnis kuliner tidak bisa dielakkan menjadi usaha yang menarik, karena persoalan perut dan selera lidah memang menjadi kebutuhan dasar yang tidak bisa ditawar, oleh karena itu sebenarnya terdapat celah ketika merek internasional semacam McD mulai ditinggalkan pelanggan.

Berdasarkan evaluasi yang dilakukan berdasarkan survey internal McD, berbagai persoalan menjadi penyebab dari koreksi pertumbuhan bisnis McDonald's, seperti: layanan drive thru yang lebih lama 9 detik dibandingkan industri yang setara.

Disisi lain, faktor pelemahan disebagkan karena beban produk baru yang intensif membuat outlet kewalahan untuk melakukan pengelolaan dan edukasi konsumen, lebih jauh lagi upaya reduksi kerugian dengan menaikkan harga jual justru membuat McDonald's menjadi pilihan terakhir.

Tidak dapat dipungkiri, pemahaman pelanggan tentang agaya hidup sehat sebagai trend lifestyle memang tengah berada dalam periode pasang, sehingga konsumen membatasi diri dari kehendak atas konsumsi makanan yang dikategorikan dalam asosiasi sebagai makanan tidak sehat, untuk hal ini sesungguhnya McD harus bisa melakukan counter atas hygienitas dan kesehatan versi si Badut Ronald.

Apa yang penting sebagai pelajaran dari kasus McDonald's kali ini? Bahwa pelanggan adalah penentu bisnis Anda, menjadikan pelanggan sebagai orientasi utama dari gerak usaha anda adalah sebuah keharusan, oleh karena itu pemahaman akan pelanggan yang mudah berubah menjadi signifikan.

Konsumen saat ini memiliki sikap kritis, informasi dengan mudah didapatkan melalui gadget smartphone dengan sambungan internet berkecepatan tinggi, lebih jauh refferal influence baik dalam makna positif maupun negatif bisa dengan cepat menyebar melalui sosial media dan berbagai platform jejaring sosial.

Secara jernih, konsumen tentu ingin sehat tanpa harus kehilangan hak atas pemenuhan kebutuhan konsumsi, plus disertai dengan harga yang kompetitif. Affordable dan reasonable adalah dua kata kunci yang harus disandingkan dengan kualitas taste and service yang dikembangkan oleh bisnis resto.

Kekuatan McDonald's adalah nilai merek yang kuat, namun hal tersebut ternyata tidak mampu membendung penurunan bisnis yang cukup drastis sebesar 30%, dan pelanggan yang beralih di Asia khususnya di Indonesia menjadi peluang untuk menjadi pangsa pasar akan produk baru.
Mengembalikan selera lidah tradisional yang kemudian dikemas melalui tampilan internasional tentu bisa dimajukan. Menjadikan food legacy sebagai bentuk apresiasi budaya lokal, tentu dapat menjadi bagian dari upaya generasi modern untuk menjaga adat serta tradisi kultural.

Bila hal tersebut bisa dipastikan mampu diformulasi dalam eksekusi yang baik, sesungguhnya terbuka pintu peluang yang lebar memanfaatkan celah atas fakta bahwa masyarakat konsumen saat ini telah mulai bosan untuk mengkonsumsi makanan dengan tematik yang seragam serupa McDonald's.

Sumber foto; www.wikicarapedia.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar