Minggu, 05 Oktober 2014

Membangkitkan Gairah Tangkiwood mengejar Hollywood

Industri kreatif sesungguhnya merupakan definisi cair dari kemampuan mengeksploitasi kreatifitas dan kemampuan untuk berdaya kreasi guna menjadi sumber pendapatan bagi kesejahteraan, dan dalam hal tersebut industri film menjadi sebuah bagian dari klasifikasi kategori tersebut.

Dalam sebuah industri kreatif, maka ide, gagasan dan pengetahuan ditempatkan sebagai hal utama yang menjadi driving force bagi keberadaan dunia industri kreatif itu sendiri. Bila sudah demikian, para pekerja kreatif yang berkecimpung didalamnya dituntut hidup dan bernafas secara kreatif dan nonstop.

Kegairahan industri kreatif kita terbilang besar, berdasarkan data Kemenpakeraf diketahui ekspor karya kreatif asal Indonesia hingga tengah tahun 2014 sebesar Rp63.1triliun naik 7.27% dari tahun 2013 dikontribusikan oleh sektor kerajinan (11.8%), mode (7.1%), periklanan (6.0%) dan arsitektur (5.6%).

Potensi yang besar ini, sesungguhnya dapat dimanfaatkan seluas mungkin, bila kita memiliki daya saing kreatif dari pelaku serupda di dunia. Tengok saja sejarah industri kreatif, khususnya perfilman domestik yang sempat mencuatkan nama Tangkiwood sebagai kawasan Hollywood Indonesia.

Terkenal sebagai pusat perfilman pada periode awal 1930-1960, lokasi yang dulu terletak disekitar Mangga Besar, Tamansari, Jakarta Barat yang kini menjadi pusat hiburan malam Taman Hiburan Rakyat Lokasari, merupakan pusat industri hiburan Batavia, dikenal sebagai Prinsen Park.

Sempat menjadi pemukiman artis yang mencari peruntungan dan penghidupan di industri perfilman tak ubahnya persis seperti Hollywood-nya Indonesia. Namun surut kemudian hilang ditelanawan hingga kini kemudian industri perfilman nasional mulai kembali menggeliat kepermukaan dari tidur panjang.

Sayangnya, eskpose layar kaca membatasi kreatifitas dilayar lebar, setidaknya terlihat dari data pada tahun 2013 hanya tercatat diroduksi 100 judul film, sedangkan untuk seri layar kaca yang terbagi menjadi film televisi dan seri mencapai 8.000 episode.

Membangun kembali Tangkiwood serupa Hollywood jelas bukan hal mudah, karena sepanjang sejarahnya pembangunan industri film dinegeri paman Sam memang menjadi sebuah kerjabersama antara para pihak, tidak hanya oleh pekerja kreatif saja namun juga pemilik modal dan pemerintah.

Hollywood adalah gambaran ideal bagaimana industri hiburan besar berbaur dengan para pekerja seni idealis yang kemudian dibalut dengankepentingan nasional untuk mendorong produksi film sebagai sebuah komoditas ekonomi yang dapat ditransaksikan dalam konteks jual-beli.

Hal itu, dalam riwayat Hollywood sendiri telah dimulai sejak permulaan tahun 1900-an dan bahkan bisa lebih jauh dari kurun waktu tersebut. Meski papan nama gigantik bertuliskan Hollywood seperti yang sering terlihat dari film import tersebut baru dibangun pada 1923.

Bagaimana kita membangkitkan Tangkiwood untuk kembali bergairah dari mati surinya? Jelas dengan memperbanyak jumlah karya yang kreatif perfilman. Tidak bisa dipungkiri, film kita masih terjebak pada tipikal Bollywood sebuah ikon industri film di India yang berputar pada persoalan percintaan, balas dendam, polisi korup dan tarian serta nyayian dengan durasi 180 menit.

Citarasa yang menarik harus menjadi bagian dari kerangka produksi, kekuatan naskah dan ide menjadi barang mahal, jelas dalam konteks tersebut plagiarisme adalah hal yang terlarang karena hak cipta mendapatkan prioritas dalam industri ini.

Lebih kanjut, pemerintah memiliki andil untuk mendorong ekspose kebijakan bagi penciptaan ruang proses berkreasi yang lebih lebar, utamanya dalam mendukung terciptanya film berkualitas yang memiliki nilai jual secara komersil.

Bertumbuhnya industri film, pun meingkatkan jumlah ketersediaan berbagai film tematik yang bagus, namun terlalu kaku dan idealistik, menguatkan ide sang sutradara, terkadang tidak melihat perkembangan dinamika sasaran audiens yang menjadi target penonton, termasuk tidak memberikan sentuhan bisnis hingga kemudian malah menjadi terpuruk ketika dilepas ke pasar.

Jadi? Industri kreatif dibidang perfilman harus senantiasa dipupuk, ketika industri ini mulai bangkit dari kelesuan yang berkepenjangan, semoga sineas dan para pekerja kreatif di industri perfilman menjadi semakin kreatif dalam berkarya.

Sumber foto: www.kaskus.co.id

Tidak ada komentar:

Posting Komentar