"maju, maju cantik... mundur, mundur cantik.." desah Syahrini.
Jelas sekali Jokowi memahami
filosofi tersebut secara gamblang, maju-mundur struktur komposisi kabinet tentu
harus diakhiri dengan cara cantik nan elegan.
Persoalan waktu, masih sangat
debatable, karena sesuai koridor tenggat yang diberikan, maka presiden terpilih
memiliki ruang waktu penentuan yang cukup hingga 2 pekan.
Kalau sudah begitu, tentu bersabar
menjadi pilihan, karena semua kini pertaruhannya ada ditangan Jokowi dan
berbagai pertimbangan pengaruh lain yang dirasakan diperlukan.
Permainan maju cantik pertama adalah
pelibatan KPK dan PPATK agar kabinet yang bersih dan bebas kepentingan menjadi
lebih clear.
Terlebih kabinet kerja ini harus
terbebas dari persoalan hukum, apalagi bila kemudian tersangkut kasus hukum,
maka harus memiliki aspek keterpilihan dengan warna pertimbangan hijau
dibanding merah atau kuning sesuai rujukan KPK dan PPATK.
Spekulasi soal nama harus dibebaskan
dari berbagai bola liar yang bersifat agenda konspiratif bak film fiksi yang
penuh prasangka dan praduga tak berkesudahan.
Lalu mundur cantik yang kedua adalah
membuat berbagai pihak menunggu, bak telenovela yang berakhir dengan episode
menggantung sudah pasti rasa penasaran semakin berdebar menanti.
Pada akhirnya Jokowi memang harus
bijak, penasaran yang tidak berkesudahan pasti berakhir keputusasaan, hal ini
menimbulkan ketidakpercayaan, dan perlu netralisasi sebagai madu bagi penawar
racun.
Publik paham Jokowi perlu
berhati-hati karena keputusan besar sangat tergantung racikan kabinet yang
dibuatnya dapat sesuai dengan harapan akan ekspektasi banyak pihak, namun perlu
juga dipahami bahwa persetujuan belum menjadi jaminan kesepakatan bulat seluruh
pihak.
Peran "ask the audience"
penting layaknya kuis "deal or no deal" terbukti 80% jawaban dari
opsi tersebut menghasilkan kebenaran, maka sisa 20% lagi atas sebuah keputusan
tentu sangat bergantung intuisi kepemimpinan.
Sehingga tidak perlu ada keraguan
dalam keputusan yang dihasilkan, toh sebagai penentu akhir saat performa
kabinet dirasa tidak cukup dalam mengejawantahkan arahan kerja sesuai maksud
presiden, toh masih ada mekanisme re-shuffle.
Betul bahwa sebisa mungkin kabinet
yang digagas sejak awal solid hingga akhir pemerintahan, agar roda pemerintahan
berjalan stabil, namun perlu direminder pula kepada para pembantu presiden
bahwa metode penggantian adalah mungkin, sehingga bekerja optimal sebuah keharusan
bila tidak sesuai unjuk kinerja, maka harus legowo untuk kemudian diganti.
Jabatan itu tidak bersifat ajeg nan
statis, namun dinamis, sehingga kabinet adalah soal art and science in a
bundling, inilah ujian pertama Jokowi.
Kita kini tidak hendak dibuat
ambigu, beralih dari politik citra menjadi politik simbolik dengan perlambang
akan lokasi tertentu, karena kerja itu harus dimulai sekarang tanpa harus
ditunda lagi, sebab negeri ini merindu para pejabat yang bekerja untuk
rakyatnya dibandingkan sebaliknya.
Karena itu, maju, maju cantik..
mundur, mundur cantik.. jangan sampai terpeleset.
sumber foto: sidomi.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar