Rabu, 17 September 2014

Molornya Smelter: Tegaskan Kedaulatan atas Sumber Daya Alam Kita

Sudah lama sesungguhnya waktu yang diberikan dalam implementasi UU No.4/2009 tentang hilirisasi tambang terkait pembangunan pabrik pengolahan dan pemurnian mineral (smelter). Ada saja masalah serta alasan yang diajukan oleh para perusahaan di bidang pertambangan untuk berkelit dari kewajiban akan pasal tersebut, sesungguhnya tidak lebih dari upaya buying time.

Komitmen tuntuk memberlakukan pemberian nilai tambah bagi barang tambang mineral sesuai dengan Peraturan Menteri ESDM nomor 7 tahun 2012 jelas merupakan langkah yang positif, jangan sampai bahan mentah tambang di perut bumi Indonesia yang menjadi komoditas dunia dihargai rendah.

Permasalahan mulai dari persoalan, teknologi yang sulit, kapasitas yang tidak mencukupi hingga biaya investasi yang besar selalu menjadi alasan untuk berkilah, masalahnya kemudian pemerintah tidak berada dalam posisi tawar yang terlalu tinggi sehingga pelaksanaan ketentuan tersebut tetap saja molor.

Padahal amanat terpenting dari keberadaan kewajiban pembangunan smelter adalah upaya untuk memberi nilai tambah dari produk baku, dimana nantinya fasilitas tersebut akan melakukan pengolahan hasil eksplorasi dan eksploitasi bahan mentah pertambangan menjadi produk olahan dasar.

Larangan ekspor bahan tambang mineral mentah, serta kewajiban membangun smelter adalah sebuah konstruksi bagi pembangunan roadmap industri pertambangan didalam negeri, karena diharapkan hal tersebut akan memberi dampak jangka panjang akibat pertambahan nilai pengolahan.

Terang saja akan terjadi multiplier effect yang berkaitan, dimana perusahaan tambang akan membangun perusahaan pengolahan dan harga eksport mineral bertambah, sehingga dapat memperkuat pendapatan dimasa mendatang, dan untuk itu investasi smelter menjadi sebuah keharusan.

Sikap pemerintah yang tarik ulur ketika berhadapan dengan pemain pertambangan asing yang mengeruk banyak bahan tambang mentah, jelas sangat mengkhawatirkan. Kondisi mandegnya pembangunan smelter harusnya menjadi titik awal pemerintah menegakkan wibawa dengan tidak memberikan toleransi lebih jauh dalam aspek ketegasan akan ketaatan peraturan.

Perlu juga dipikirkan dengan durasi waktu kontrak karya yang sudah berkepanjangan, serta begitu banyaknya jumlah material mineral mentah yang diperdagangkan, maka tingkat kemauan yang rendah dari perusahaan tambang di tanah air menjadi sebuah indikasi dari komitmen yang buruk.

Kita belum melangkah lebih jauh untuk bertanya mempersoalkan kapasitas alih teknologi dalam dunia pertambangan, serta apa saja yang didapat oleh negeri ini yang menjadi objek eksploitasi alam selain kerusakan alam?.

Evaluasi mendalam dari keberadaan industri disektor pertambangan perlu dilakukan, karena kita berbicara mengenai sumber daya alam yang akan habis dan tidak dapat diperbaharui yang harusnya menjadi kekayaan bangsa di masa mendatang, sehingga jika kita serampangan melakukan pengelolaan dimasa sekarang, sesungguhnya kita menggadaikan masa depan generasi penerus.

Point dimana pasal tentang pemberian nilai tambah akan produk tambang mentah dengan membentuk pabrik pengolahan (smelter) harusnya menjadi sarana banding yang kuat bagi pemerintah, termasuk melindungi kekayaan kita yang terus tergerus, sekaligus memikirkan potensi kekayaan alam tersebut dikelola oleh kemampuan anak negeri sendiri.

Sumber Foto: bisnis.liputan6.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar