Tidak banyak berubah,
nampaknya begitulah gambaran kondisi prestasi persepakbolaan
nasional. Meski sudah menggunakan jasa pemain naturalisasi, tetap
saja pretasi kita terlihat natural, stagnan dan tidak melejit keatas,
demikian hasil kesimpulan dari paparan tabel yang dapat dilihat pada
situs resmi badan sepak bola dunia seperti terlihat pada portal
www.fifa.com.
Sesuai fatsun utama
didunia olahraga, maka sepakbola menjadi indikator sederhana dari
prestasi olahraga suatu negara, karena sifatnya yang sangat populer
dan digandrungi oleh paling banyak peminat diseantero dunia termasuk
ditanah air, sehingga menjejak prestasi dibidang olahraga satu ini
memiliki tingkat prestise akan kebanggaan tersendiri, tanpa
mengecilkan arti cabang olahraga lain.
Taktik naturalisasi yang
dilakukan guna mem-buzz prestasi persepakbolaan nasional tidak cukup
mempan, karena memang sepak bola bukan persoalan instant yang dapat
dirubah dengan satu sentuhan midas. Perlu fokus dalam proses jangka
panjang dengan konsistensi yang penuh, mulai dari tingkat pembibitan,
pelatihan hingga sampai pada torehan prestasi pada hasil akhirnya.
Meski bukan sebuah
langkah yang salah, naturalisasi dapat dianggap sebagai angin
positif, manakala hal tersebut menginspirasi bakat dan talenta baru
ditingkat nasional untuk mampu tampil kepentas yang lebih tinggi pada
taraf internasional. Bila hal ini terjadi, sesungguhnya posisi pemain
naturalisasi hanya menjadi stimulasi bagi rangsang atas timbulnya
bibit lokal yang berkualitas.
Tentu hal tersebut tidak
bisa dilakukan secara alamiah, perlu ada kerangka persiapan yang
dilakukan secara terstruktur dalam kerangka pembentukan sebuah tim
nasional sepak bola yang kuat dan berjaya. Sayangnya, spirit yang
diharapkan tersebut tidak kunjung berbuah hasil, timnas yang berbekal
beberapa pemain naturalisasi masih tampak natural dalam torehan
prestasi.
Berdasarkan penelusuran
situs, maka dalam evaluasi 4 tahun (2010-2014) Indonesia pernah
mencapai posisi peringkat tertinggi pada Januari 2011 (125) dan
terendah pada September 2013 (170), kini peringkatnya membaik
per-August 2014 pada posisi (153) dengan jumlah point 136, seiring
dengan rekonsiliasi dua kutub pengelolaan PSSI yang pernah menjadi
kemelut panjang berbuah dikotomi liga sepakbola nasional.
Tidak perlu memandang
jauh ke pentas dunia yang terlihat dalam rentang yang terlalu
panjang, bila kemudian batas komparasi diletakkan pada level Asia
Tenggara, maka kita pun masih berada dibawah Philipina (120), Vietnam
(139) maupun Singapore (152), meski demikian kita juga masih lebih
baik secara hampir mirip dari Malaysia (155), Thailand (157) dan
Myanmar (160).
Mandeg-nya prestasi
nasional ini perlu segera pembenahan yang sistematik dan terstruktur,
karena Indoensia sempat sampai dilevel peringkat 76 justru pada
September 1998, sekaligus sepanjang sejarah persepakbolaan nasional
pernah mencicipi perhelatan kompetisi si bola bundar di tingkat dunia
pada 1938, dititik inilah kita tidak hanya berada dalam kenangan masa
lalu tetapi bersiap bagi masa depan.
Bila dukungan pemerintah
total dalam membangun persepakbolaan yang kuat, kita meyakini akan
hadirnya generasi baru yang akan menjadi tulang punggung timnas serta menjawab tantangan tersebut, karena talenta kita terserak
diantara ribuan pulau yang merentang antara Sabang hingga Merauke.
sumber foto: kimsanada.wordpress.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar