Senin, 15 September 2014

Prestasi Natural dari Taktik Naturalisasi di Peringkat FIFA

Tidak banyak berubah, nampaknya begitulah gambaran kondisi prestasi persepakbolaan nasional. Meski sudah menggunakan jasa pemain naturalisasi, tetap saja pretasi kita terlihat natural, stagnan dan tidak melejit keatas, demikian hasil kesimpulan dari paparan tabel yang dapat dilihat pada situs resmi badan sepak bola dunia seperti terlihat pada portal www.fifa.com.

Sesuai fatsun utama didunia olahraga, maka sepakbola menjadi indikator sederhana dari prestasi olahraga suatu negara, karena sifatnya yang sangat populer dan digandrungi oleh paling banyak peminat diseantero dunia termasuk ditanah air, sehingga menjejak prestasi dibidang olahraga satu ini memiliki tingkat prestise akan kebanggaan tersendiri, tanpa mengecilkan arti cabang olahraga lain.

Taktik naturalisasi yang dilakukan guna mem-buzz prestasi persepakbolaan nasional tidak cukup mempan, karena memang sepak bola bukan persoalan instant yang dapat dirubah dengan satu sentuhan midas. Perlu fokus dalam proses jangka panjang dengan konsistensi yang penuh, mulai dari tingkat pembibitan, pelatihan hingga sampai pada torehan prestasi pada hasil akhirnya.

Meski bukan sebuah langkah yang salah, naturalisasi dapat dianggap sebagai angin positif, manakala hal tersebut menginspirasi bakat dan talenta baru ditingkat nasional untuk mampu tampil kepentas yang lebih tinggi pada taraf internasional. Bila hal ini terjadi, sesungguhnya posisi pemain naturalisasi hanya menjadi stimulasi bagi rangsang atas timbulnya bibit lokal yang berkualitas.

Tentu hal tersebut tidak bisa dilakukan secara alamiah, perlu ada kerangka persiapan yang dilakukan secara terstruktur dalam kerangka pembentukan sebuah tim nasional sepak bola yang kuat dan berjaya. Sayangnya, spirit yang diharapkan tersebut tidak kunjung berbuah hasil, timnas yang berbekal beberapa pemain naturalisasi masih tampak natural dalam torehan prestasi.

Berdasarkan penelusuran situs, maka dalam evaluasi 4 tahun (2010-2014) Indonesia pernah mencapai posisi peringkat tertinggi pada Januari 2011 (125) dan terendah pada September 2013 (170), kini peringkatnya membaik per-August 2014 pada posisi (153) dengan jumlah point 136, seiring dengan rekonsiliasi dua kutub pengelolaan PSSI yang pernah menjadi kemelut panjang berbuah dikotomi liga sepakbola nasional.

Tidak perlu memandang jauh ke pentas dunia yang terlihat dalam rentang yang terlalu panjang, bila kemudian batas komparasi diletakkan pada level Asia Tenggara, maka kita pun masih berada dibawah Philipina (120), Vietnam (139) maupun Singapore (152), meski demikian kita juga masih lebih baik secara hampir mirip dari Malaysia (155), Thailand (157) dan Myanmar (160).

Mandeg-nya prestasi nasional ini perlu segera pembenahan yang sistematik dan terstruktur, karena Indoensia sempat sampai dilevel peringkat 76 justru pada September 1998, sekaligus sepanjang sejarah persepakbolaan nasional pernah mencicipi perhelatan kompetisi si bola bundar di tingkat dunia pada 1938, dititik inilah kita tidak hanya berada dalam kenangan masa lalu tetapi bersiap bagi masa depan.

Bila dukungan pemerintah total dalam membangun persepakbolaan yang kuat, kita meyakini akan hadirnya generasi baru yang akan menjadi tulang punggung timnas serta menjawab tantangan tersebut, karena talenta kita terserak diantara ribuan pulau yang merentang antara Sabang hingga Merauke.

sumber foto:  kimsanada.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar