Entah apa yang menjadi aral
melintang dalam mewujudkan BUMN incorporated secara gigantik baik aspek
kualitas serta kuantitasnya.
Sudah terlalu lama kekayaan yang
dikelola oleh pemerintah dibatasi oleh lapisan kuasa yang tidak terlihat,
menyebabkan badan usaha milik negara menjadi bagian dari komoditas kepentingan
politik.
Bagaimana tidak, dengan berbekal 140
perusahaan negara, yang bergerak diberbagai bidang ekonomi, dengan nilai
kapitalisasi ditaksir mencapai 2.500T tidak banyak menorehkan dampak
signifikan.
Sektor yang menguasai hajat hidup
masyarakat, dikelola oleh berbagai perusahaan pelat merah bahkan tanpa
persaingan alias monopoli, toh nyatanya tidak juga mencatatkan prestasi
membanggakan.
Sebut saja, infrastruktur,
pertambangan dan energi, pertanian serta perkebunan belum lagi ditambah sektor
keuangan, selama ini belum bisa berbicara banyak, meski menyumbang deviden bagi
penerimaan pendapatan negara.
Porsi pengalokasian pendapatan ke
negara dengan sumbangsih 30-50% dari keuntungan usaha pertahun, menjadi kendala
pertumbuhan perusahaan tersebut.
Kapasitas belanja modal dan belanja
operasional secara agregat belum mampu menstimulasi pertumbuhan ekonomi
domestik lebih dari rerata 5-6% pertahun, padahal kita perlu terus mengeskalasi
potensi dan kapasitas ekonomi bangsa ini untuk tetap terus berkembang.
Selain itu, arah kebijakan mengenai
tata kelola perusahaan negara masih menyisakan ruang abu-abu dalam kepentingan
terjadinya intervensi invisible hand pada wilayah kekuasaan politik.
Hal terakhir disebut sebagai kondisi
dimana BUMN menjadi sapi perah dan sarana mengumpulkan pundi bagi aktifitas
politik, menyebabkan profesionalisme kerapkali dikesampingkan.
Sebagian kalangan menyebut, pola
Public Service Obligation sebagai penyebab tidak mampu bersaingnya perusahaan
berlabel negara ini dengan para pesaingnya dinegara tetangga.
Padahal sesuai dengan amanat
konstitusi, maka peran perlindungan warga negara diberbagai sektor yang
menaungi perikehidupan bagi hajat hidup orang banyak harus dilakukan serta
menjadi tanggung jawab negara guna memastikan aspek keadilan sosial.
Hal menarik, bila kita lakukan
komparasi setara dengan mengambil contoh Singapura dan Temasek-nya, BUMN milik
negara itu dimulai pada 1974, kini mengelola aset dengan total sekitar U$ 170
miliar, dengan berbagai portofolio investasi dan bisnis langsung.
Meski milik pemerintah, namun
penyelenggaraan kegiatan usaha tetap dilaksanakan dengan kaidah profesionalisme
yang tinggi, sehingga dasar pemilihan atas pengelola BUMN dipilih dengan
kriteria bahwa hanya bagi mereka yang memiliki kemampuan serta cakap dan
berintegritas lah yang akan terpilih.
Apa yang menarik dapat dipetik dari
kasus Temasek, bahwa organisasi usaha pemerintah ini, langsung dibawah kementerian
keuangan menjalankan semua kepentingan pembangunan sekaligus menumpuk pundi
bagi kepentingan kekayaan negara.
Temasek sebagai bagian dalam
kerangka institusi pemerintah disterilkan dari kepentingan politik sehingga
fokus terhadap kepentingan bisnis secara mendalam dan meluas.
Solusi yang diambil dalam
pengembangan Temasek sebagai badan usaha dinyatakan dalam komitmen penuh akan
transparansi dan akuntabilitas.
Pada posisi lain, Temasek merupakan
holding company yang memiliki berbagai derivatif instrumen perusahaan
diberbagai bidang, namun tetap dalam satu komando bisnis terpusat dalam
strukturnya.
Hal terakhir ini kemudian yang
berbeda bila melihat BUMN kita, meski ada kementerian BUMN namun ranah yang
dikelola berbeda, karena departemen pemerintahan hanya ada dalam tataran formal
regulasi dibandingkan operasionalisasi.
Terlebih, berbeda dengan posisi BUMN
kita yang secara khusus memang terpisah dalam otonomi pengelolaan sehingga
tidak mampu bersinergi, dan mewakili kepentingan masing-masing perusahaan.
Lebih jauh lagi, kondisi ini bisa
jadi sengaja diciptakan agar terdapat posisi yang lebih lebar untuk memainkan
kekuasaan diatas seluruh perusahaan pelat merah BUMN.
Rasanya tidak perlu menunggu lama
untuk melihat BUMN kita bersatu dalam kekuatan ekonomi yang memiliki daya tawar
tinggi, dalam sebuah holding company yang berorientasi pada nilai tambah bagi
bangsa sendiri.
sumber foto: news.asiaone.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar