Kita terkejut bukan
kepalang, tema Orientasi Kampus disebuah lembaga pendidikan negeri
yang menyandang gelar Universitas Islam dengan mewakili nama besar
Sunan Ampel di Surabaya mengambil konsep yang tidak lazim,
menggunakan judul besar “Tuhan Membusuk, Rekonstruksi
Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan”.
Fakultas filsafat memang
memberikan ruang kebebasan berpikir, namun bentuk pertanggungjawaban
adalah batasan dari sebuah kebebasan. Dalam hal ini, ada ruang dimana
kita dengan daya nalar yang kita miliki tidak akan pernah sampai pada
sebuah konklusi final, karena keluasan tema yang hendak kita
observasi, semisal ulasan mengenai sang pencipta.
Bahkan tidak perlu jauh
dibahas mengenai Tuhan, misteri kehidupan dan kematian sekalipun kita
belum bisa mempelajarinya secara spesifik dan rigid, karena
keterbatasan akal kita akan hal itu. Perspektif yang hendaknya
dipergunakan dalam hal ini adalah sudut pandang yang konstruktif
dengan membangun kepercayaan kepada Sang Khalik pemilik hidup ini
melalui keimanan.
Kecerdasan sekalipun
adalah berkah yang diberikan kepada mahluk yang hendak berupaya untuk
meningkatkan derajat jati dirinya sesuai dengan perintah yang
ditetapkan dalam ajaran Agama. Keberanian untuk mengangkat tema ini,
bisa jadi merupakan bentuk dari pemahaman akan filosofi Nietzche
dengan ungkapan Gott ist Tot-nya itu, tentang kematian Tuhan,
karena ketiadaan gagasan akan peran Tuhan untuk menjaga aturan moral.
Paham Nihilisme tentang
ketiadaan tujuan dari kehidupan manusia di muka bumi, membuat kita
semakin gersang dalam memaknai hidup dan pilihan mati menjadi sebuah
opsi yang rasional untuk mengakhiri diri bila prinsip utama yang
dipegang seperti itu.
Maka, jangan pernah
permainkan Tuhan-mu, karena sifatnya yang maha luas membuatmu akan
sulit menjangkaunya. Toh, Fundamentalisme bukan merupakan bukti dari
Tuhan yang membusuk, kasus Radikalisme dan penguatan sentimen
keagamaan lebih pada persoalan ketidakmampuan menterjemahkan
kebenaran universal dalam kehidupan sosial.
Dimana, akar-akar
kekerasan dan keburukan didunia ini terjadi karena kebodohan manusia
dalam memahami hakikat SangKhalik, terlebih Agama membentangkan
keteraturan, menghidari kekacauan. Bila para pemimpin dan penguasa
negeri kemudian berbuat hal yang laknat, sebagaimana argumentasi
bahwa Tuhan mulai membusuk, sekali lagi itu adalah kesalahan akan
dibayar setimpal kemudian hari.
Cukup sudah perdebatan
kita kali ini, satu yang hendak ditekankan adalah jangan pernah
bermain-main dengan apa yang tidak pernah mampu kita tanggungkan
kemudian. Para pemikir, mahasiswa & filusuf muda tentu memahami
hal ini, dan sudahlah sampai disini dan hanya disini.
sumber foto: pengetahuan-apaaja.blogspot.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar