Selasa, 02 September 2014

Jangan Pernah Permainkan Tuhan-mu, *Membedah Artikulasi Paham Nietzsche

Kita terkejut bukan kepalang, tema Orientasi Kampus disebuah lembaga pendidikan negeri yang menyandang gelar Universitas Islam dengan mewakili nama besar Sunan Ampel di Surabaya mengambil konsep yang tidak lazim, menggunakan judul besar “Tuhan Membusuk, Rekonstruksi Fundamentalisme Menuju Islam Kosmopolitan”.

Fakultas filsafat memang memberikan ruang kebebasan berpikir, namun bentuk pertanggungjawaban adalah batasan dari sebuah kebebasan. Dalam hal ini, ada ruang dimana kita dengan daya nalar yang kita miliki tidak akan pernah sampai pada sebuah konklusi final, karena keluasan tema yang hendak kita observasi, semisal ulasan mengenai sang pencipta.

Bahkan tidak perlu jauh dibahas mengenai Tuhan, misteri kehidupan dan kematian sekalipun kita belum bisa mempelajarinya secara spesifik dan rigid, karena keterbatasan akal kita akan hal itu. Perspektif yang hendaknya dipergunakan dalam hal ini adalah sudut pandang yang konstruktif dengan membangun kepercayaan kepada Sang Khalik pemilik hidup ini melalui keimanan.

Kecerdasan sekalipun adalah berkah yang diberikan kepada mahluk yang hendak berupaya untuk meningkatkan derajat jati dirinya sesuai dengan perintah yang ditetapkan dalam ajaran Agama. Keberanian untuk mengangkat tema ini, bisa jadi merupakan bentuk dari pemahaman akan filosofi Nietzche dengan ungkapan Gott ist Tot-nya itu, tentang kematian Tuhan, karena ketiadaan gagasan akan peran Tuhan untuk menjaga aturan moral.

Paham Nihilisme tentang ketiadaan tujuan dari kehidupan manusia di muka bumi, membuat kita semakin gersang dalam memaknai hidup dan pilihan mati menjadi sebuah opsi yang rasional untuk mengakhiri diri bila prinsip utama yang dipegang seperti itu.

Maka, jangan pernah permainkan Tuhan-mu, karena sifatnya yang maha luas membuatmu akan sulit menjangkaunya. Toh, Fundamentalisme bukan merupakan bukti dari Tuhan yang membusuk, kasus Radikalisme dan penguatan sentimen keagamaan lebih pada persoalan ketidakmampuan menterjemahkan kebenaran universal dalam kehidupan sosial.

Dimana, akar-akar kekerasan dan keburukan didunia ini terjadi karena kebodohan manusia dalam memahami hakikat SangKhalik, terlebih Agama membentangkan keteraturan, menghidari kekacauan. Bila para pemimpin dan penguasa negeri kemudian berbuat hal yang laknat, sebagaimana argumentasi bahwa Tuhan mulai membusuk, sekali lagi itu adalah kesalahan akan dibayar setimpal kemudian hari.

Cukup sudah perdebatan kita kali ini, satu yang hendak ditekankan adalah jangan pernah bermain-main dengan apa yang tidak pernah mampu kita tanggungkan kemudian. Para pemikir, mahasiswa & filusuf muda tentu memahami hal ini, dan sudahlah sampai disini dan hanya disini.

sumber foto: pengetahuan-apaaja.blogspot.com



Tidak ada komentar:

Posting Komentar