Kamis, 11 September 2014

Bentoel: “I Love the Blue of Indonesia” dan Efisiensi Industri Rokok

Produktifitas adalah padanan kata dari efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya, dimana output dituntut persatuan input dengan rasio yang optimal, dimana input minimal dapat menghasilkan output maksimal, hal ini tentu akan dikorelasikan dengan kemampuan dalam aspek laba yang menjadi fokus keberlangsungan dari keberadaan suatu usaha.

Bagaimana kondisi Bentoel si produesn rokok yang tengah berbenah untuk melakukan perombakan basis industri mereka? Konsolidasi pabrik sigaret kretek mesin akan dipergunakan hanya 3 dari 11 pabrik, termasuk melakukan langkah mendorong pengunduran diri sukarela kepada para karyawan sebagai alternatif langkah agar Bentoel dapat tetap eksis di industri rokok tanah air.

Menarik bila kemudian menilik kinerja Bentoel yang berada dalam kondisi terpuruk dalam 2 tahun terakhir, dengan buku kerugian hingga Rp859M pada semester I-2014, lesu dan lunglai adalah hal yang sama dialami oleh Wismilak meski masih lebih beruntung berhasil mencatat penjualan Rp733 M dengan pencapaian laba sebesar Rp53M.

Pada kondisi yang berbeda, bila melihat pelaku besar pada industri rokok seperti HM Sampoerna dan Gudang Garam, kinerja bisnis linting tembakau bernama rokok itu justru makin melaju, laba yang didapatkan Sampoerna sebesar Rp5.03T pada posisi penjualan Rp39.09T, sedangkan Gudang Garam Rp2.71T ditingkat penjualan Rp32.66T.

Bentoel selalu identik dengan iklan fenomenalnya yang berjuluk “Blue of Indonesia”, ternyata tidak mampu mempertahankan diri dari kepungan persaingan yang semakin kompetitif, padahal produsen rokok ini merupakan anak usaha dari British American Tobbaco Group. Ketat dalam persaingan industri rokok, disertai dengan aturan ketat dalam kerangka promosi dan kewajiban pencantuman gambar dampak kesehatan merokok, ditambah lagi dengan penguatan kesadaran akan hidup sehat dimasyarakat menyebabkan Bentoel semakin berguncang.

Pada kondisi dimana kmelut terjadi, maka yang menjadi sebuah keunggulan bersaing adalah kemampuan untuk adaptif terhadap perubahan, sehingga tidak hanya bergantung pada satu sektor industri tertentu, khususnya rokok yang dalam trend bisnisnya akan terus menghadapi tantangan berat setiap tahun dari waktu ke waktu.

Selain kemampuan untuk menyeleraskan kehendak konsumen dengan mmbentuk produk yang sesuai, maka produsen rokok tidak lagi menjadi penentu utama pasar melainkan beradaptasi dengan perubahan selera penikmat asap, yakni merokok denganlebih sehat menggunakan rokok rendah nikotin, serta berbagai turunan bentuk lain yang masih menyisakan kepentingan para ahli hisap.

Kenyataan tersebut yang membuat Sampoerna rela diakuisisi Philip Morris, untuk kemudian mendiversifikasi diri menjadi berbagai kepentingan usaha lain yang lebih sustainable. Meski masih menjanjinkan dalam kurun waktu dekat, hal ini diakseptasi Sampoerna dengan menyisakan kepemilikan saham dibawah 5%, agaknya industri rokok tidak akan bertahan lebih panjang karena dampak kesehatan yang dihasilkan pada aktifitas konsumsi produk tersebut.

Perbaikan dalam kerangka efektifitas dan efisiensi bisnis rokok menjadi sebuah keharuan, disertai dengan kepentingan untuk beralih melakukan perubahan basis usaha yang menjadi back up resiko bila kemudian secara aktual bisnis ini akan berakhir, karena kanker itu semakin meluas menggerus jenis bisnis yang tidak layak bagi kesehatan konsumennya ini. 

sumber foto: http://metalogika.files.wordpress.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar