Senin, 27 Oktober 2014

Sumpah Pemuda, Semangat Muda & Ekonomi Kreatif yang Hilang

Hari ini (28/10) dikenang sebagai peringatan Hari Sumpah Pemuda, dan gelora muda yang dinamis selalu bertanya erat dengan semangat kreatifitas, mencari dan menggali dengan jalan yang berbeda dari sebelumnya, persis seperti itu pula ikhwal persatuan pemuda daerah dimasa lalu.

Kini lapisan pemuda menjadi penggerak bangsa, meski tidak selalu dapat tampil kemuka, para pemuda ini memiliki militansi dan spirit juang yang sama, kita mengenal ekonomi kreatif sebagai bentuk dari aplikasi ekonomi uptodate mendayagunakan kemampuan gagasan, teknologi informasi dan ide kreatif.

Sayangnya, dalam formasi kabinet kerja yang telah terbentuk menjadi struktur pendukung Jokowi, bidang tersebut justru tidak tampak terdilusi entah dengan maksud dan tujuan tertentu mungkin? Namun menimbang logika komparatif jelas ini sebuah hal yang misleading to disappointed.

Pada masa pemerintahan terdahulu dibawah kepemimpinan SBY, dibentuk kementerian pariwisata dan ekonomi kreatif yang dikomandoi Mari Elka Pangestu. Meski belum bisa muncul sebagai sebuah gagasan massif, namun ekonomi kreatif telah menjadi corak baru dari perkembangan ekonomi yang lebih bersifat muda.

Sesuai prinsip utamanya ekonomi kreatif berkutat menggunakan teknologi informasi dan ide kreasi gagasan sebagai kekuatan dasar dari kemampuan manusia untuk menciptakan nilai tambah yang bersifat baru dan tidak terjebak pada perulangan.

Ekonomi kreatif lekat dengan pengakuan akan otentisitas karya cipta dan hak kekayaan intelektual, namun dapat terus berkembang seiring dengan kemampuan berimprovisasi dan berinovasi secara kreatif berkesinambungan, sehingga tercipta mata rantai nilai secara kontinu. Dapat dibayangkan sektor ekonomi kreatif menjadi bagian dari industri kreatif, maka kita akan menjadi bangsa maju karena kompetensi sumberdaya manusia yang kreatif.

Jokowi bahkan menyebut sektor ekonomi kreatif sebagai bagian dari kampanye pada ajang PilPres lalu, yang mengedepankan kemampuan anak muda dalam memberi pengaruh ekonomi melalui penguasaan kemampuan teknologi, informasi serta ide kreasi.

Bahkan dengan dasar pertimbangan bahwa ekonomi kreatif tidak layak untuk diformalkan karena bentuknya yang kreatif tidak akan suitable dalam lingkup birokrasi, tetap saja kebijakan dan dukungan resmi pemerintah dibidang tersebut menjadi lecutan tambahan dalam berkreatifitas, sebuta inkubator bisnis kreatif, akses permodalan dan perijinan bahkan eksebisi dan promosi akan menjadi sitematik.

Difusi bukan Dilusi Ekonomi Kreatif

Dibandingkan harus mengutuk kegelapan, maka lebih baik kita nyalakan lilin penerang, agaknya pameo tersebut menjadi penting dalam menyikapi struktur kabinet kerja Jokowi yang telah dilantik. Permasalahan stimulus, insentif serta dukungan atas kebijakan di sektor yang bernaung dalam ekonomi kreatif sebaiknya tetap dipertahankan, meski tidak bermuara secara induk formal institusional.

Ekonomi kreatif sesuai dengan namanya pasti akan mampu beradaptasi melalui daya kreatifitas, bahkan dengan atau tanpa dukungan instrumen kebijakan, namun kita jelas akan melewatkan peluang kolektif bila demikian.

Kedekatan yang bersifat tipikal dan sebangun, mungkin dapat dikaitkan pada dua wilayah kerja kementerian yang menginduk pada instansi UMKM maupun pariwisata sebagaimana kabinet sebelumnya.

Difusi dalam bauran ekonomi kreatif tersebut, diharapkan dapat menyerap agenda ekonomi kreatif yang telah menjadi magnitude generasi muda dalam berkontribusi melalui karya kreatif.

Tidak bisa dipungkiri, konsepsi ekonomi kita masih bertumpu pada penciptaan nilai secara klasik konvensional, hal tersebut dipahami menjadi sebuah strategi karena begitu banyak potensi alam yang belum optimal digarap bagi peningkatan kesejahteraan.

Memunggungi laut, teluk dan selat, sebagaimana statement Jokowo, merupakan komitmen pembangunan kemaritiman, adalah upaya dalam menciptakan kekuatan bersaing melalui natural resources dari keberadaan wilayah kita yang dikelilingi lautan, termasuk relasi akan pengelolaan kekayaan hutan, hasil tambang dan pertanian secara saling berkaitan.

Kerangka berpikir dalam ekonomi mainstream tentu menempatkan industri klasik konvensional tersebut menjadi tumpuan dasar, namun pemerintah tidak bisa abai untuk melindungi hakikat kekayaan terbesar yang dimilikinya, yakni kekayaan sumber daya manusia.

Kita perlu memahami dengan jelas, didalam era kompetisi terbuka bernama globalisasi, pertarungan utama tidak tercermin dalam ukuran kuantita serupa besar atau kecil, melainkan kemampuan beradaptasi akan perubahan secara cepat.

Oleh karena itu, kita patut berkaca pada negeri tetangga Singapura yang menciptakan value added melalui kemampuan sumberdaya manusia guna mengatasi marjinal-nya sumberdaya alam yang mereka miliki.

Agenda tentang ekonomi kreatif, sebaiknya di-absorp agar kita menciptakan ruang baru yang terpisah dari tipe sektor pembangunan ekonomi diarus utama.

Terbayang potensi sinergi antar lini, semisal industri pengelolaan fillet ikan laut kemudian bekerjasama dengan sektor UMKM untuk mengoptimalkan limbah kulit/ tulang ikan sebagai bahan aksesoris seperti sepatu dan tas sebagai handycraft design yang spesifik? Hal ini tentu patut dikembangkan.

Minggu, 26 Oktober 2014

Segera Bekerja Cepat, Kabinet Kerja



Tuntas semua teka-teki itu, Ahad sore (26/10) Presiden Jokowi mengumumkan nama para menteri yang akan menjadi bagian dari kerangka kabinet dibawah kepemimpinannya.

Terdiri dari 34 Kementerian, dengan 4 diantaranya merupakan Kementerian Koordinator, yang dinamakan kabinet Kerja, sesuai dengan gagasan pemerintahan yang mengusung prinsip berlari kencang dengan semboyan: kerja, kerja, kerja.

Setelah sepekan dalam kondisi yang belum menentu, maka akhir pekan kali ini tuntas sudah pengumuman nama dan nomenklatur kementerian yang diharapkan dapat mengurai sejumlah janji serta menjawab begitu banyak harapan dari visi pemerintahan Jokowi.

Pengumuman nama adalah awalan, dan jelas bukan sebuah akhir dari periode kepemimpinan nasional, karena kita akan menagih janji akan komitmen kerja dari kabinet yang bernama serupa tersebut.

Konsepsi Trisakti yang digadang sebagai ruh dari spirit kerja pemerintahan kali ini harus mampu menterjemahkan secara praktis dan implementatif persoalan: Berkedaulatan secara Politik, Berdikari dalam Ekonomi serta Berkepribadian dalam Kebudayaan.

Menilik jumlah komposisi menteri, baik dari kalangan partai politik maupun profesional yang ditempatkan, maka 15 (profesional partai) berbanding 19 (profesional swasta) jelas mengisyaratkan bahwa tim kerja pendukung presiden hendak berlari sekencang mungkin.

Tantangan Kerja

Problem yang akan dihadapi tentu tidak sedikit, karena para profesional baik dari instrumen partai politik maupun swasta tersebut perlu merancang program kerja yang bersesuaian dengan visi Indonesia Hebat yang bernafas agenda prioritas Nawa Cita dengan Revolusi Mental.

Berbagai hambatan jelas perlu dipetakan sebagai identifikasi dalam membangun sinergi yang harmonis lintas sektoral secara saling mendukung antar kementerian, karena kolektif pemerintahan dinilai secara totalitas akumulatif dan bukan satu persatu kementerian semata.

Beberapa kondisi yang akan menjadi tantangan kedepan bagi Kabinet Kerja adalah:

(1) Membuka kebuntuan komunikasi dengan mitra kerja diparlemen (baca: legislatif) yang didominasi oleh kelompok asosiasi oposisi, dengan komitmen janji melakukan supervisi ketat atas program kerja pemerintah.

(2) Jebakan rutinitas serta administrasi birokrasi, berlapisnya struktur dalam sebuah kementerian berpotensi memperlambat laju kerja sang menteri, ketika tidak mampu mendobrak kebiasaan institusi teruntuk out of the box.

(3) Pembuktian diri independen dan lepas dari konflik kepentingan, tidak bisa dipungkiri profesional swasta maupun dari partai politik dengan mudah dikenali serta disinyalir bila terdapat vested interest maupun rangkap jabatan baik bagi kepentingan ekonomi maupun politik terkait.

(4) Waktu adaptasi yang harus dipercepat, karena kabinet kerja harus bertumpu serta mengandalkan faktor kecepatan dan keterukuran dalam pencapaian hasil, prestasi jangka pendek harus dapat ditoreh dalam 100 hari kerja yang efektif.

(5) Membangun keteladanan ditengah publik, karena menteri adalah pembantu langsung presiden dalam mewujudkan visi sesuai bidang yang ditentukan, sehingga faktor kepemimpinan dan suri tauladan menjadi penting dalam membangun kepercayaan serta menjalankan program kerja.

Tidak dapat ditampik polemik persoalan pemasangan nama dan jabatan pasti menuai kontroversi, karena tidak semua pihak dapat terpuaskan dengan satu keputusan, namun harus bisa dipastikan semua pihak terpuaskan melalui bukti kerja dalam realita nantinya, dan itu sumpah dalam janji sebagai kerja pengabdian sebagai menteri.

Persoalan titipan yang berkonotasi nepotisme, dan politik transaksional melalui penjatahan atas kursi partai politik pendukung ditambah lagi dengan kisruh rekomendasi bersih dari KPK serta PPATK harus dapat dijawab dengan lugas serta sigap melalui prestasi pencapaian dalam kerja nyata langsung bagi rakyat.

Kita mencatat dengan garis tebal, dalam pidato pengumuman nama menteri, Jokowi berbicara tentang penetapan secara berhati-hati dan cermat disertai pertimbangan operasional, manajerial serta leadership sebagai sebuah komitmen terang benderang dalam menegakkan wibawa pemerintahan.

Semoga tidak ada jajaran pembantu presiden yang tersandera kasus hukum dikemudian hari, karena mulai detik dihari ini sejatinya mereka harus sudah bekerja dalam kerangka tim kerja untuk bangsa dan negara, terlebih waktu kerja itu telah dikurangi seminggu bagi proses finalisasi penentuan formatur menteri. Bila tidak maka mekanisme rs-shuffle adalah jawaban lanjutan.

Sumber foto: www.jpnn.com

Konsumsi Berencana di Ruang Makan Kita



Daya dukung alam dalam memberikan perlindungan akan kebutuhan pangan berjalan linier, sementara itu pemenuhan konsumsi manusia berlaku eksponensial.

Dengan menggunakan logika Thomas Robert Maltus, maka bencana demografi terjadi ketika terjadi kelangkaan bahan pangan yang menjadi kebutuhan dasar utama.

Menekan wants yang keinginan itu menjadi tunduk hanya pada needs, akan membuat kita mampu mengendalikan konsumsi ditingkat sesuai kebutuhan sustain bagi kehidupan.

Kebutuhan importase pangan yang terjadi secara fenomena aktual bangsa ini terjadi karena nilai kebutuhan lebih tinggi dari kemampuan mencukupinya.

Terdapat 2 aspek penting, pertama: soal akses akan sumber pangan, kedua: terkait masalah distribusi pangan yang menyeluruh.

Pada kedua point tersebut, tentu peran pemerintah yang berkaitan dengan alokasi kewenangan serta kemampuan melalui kebijakan harus menjamin pemberikan perlindungan bagi segenap warga negara.

Disisi lain, peran warga negara yang memiliki kemampuan mandiri dalam memenuhi kebutuhan dasar pangan tersebut, memastikan konsumsi tepat sesuai kebutuhan dan tidak berlebihan adalah sebuah sikap utama.

Konsumsi yang direncanakan, memastikan ketersediaan bahan pangan tercukupi dan dapat menyokong konsepsi ketahanan pangan sehingga kita mampu berdikari dalam kemandirian pangan.

Pertambahan produksi bahan pangan yang selaras dengan kebutuhan konsumsi, sudah barang tentu akan membutuhkan waktu dalam pengembangan sektor pertanian, terlebih konsep Maltus mensyaratkan kesenjangan.

Secara paralel, proporsi dalam berhemat dan mengurangi wants konsumsi pangan hanya sekedar kebutuhan dasar menyambung kehidupan, akan sangat membantu memberikan kepastian ketercukupan pangan.

Jadi mulailah gerakan konsumsi berencana, sesuai kebutuhan bukan keinginan yang mubazir dan berlebihan. Rencanakan makanan Anda, dan makanlah apa yang sudah direncanakan sesuai kebutuhan hidup, bukan untuk kemewahan hidup.

sumber foto: dok pribadi

Saat Pelanggan Menjadi Pusat Orbit


Good isn't Enough when Better is Expected and Best is Possible

Kompetisi mewajibkan para pelaku yang terlibat didalamnya untuk memahami bagaimana membangun keunggulan bersaing, guna memastikan pemenangan pasar.

Pada tujuan tersebut, maka menjadi penting bagi para pelaku dipasar untuk menciptakan nilai terbaik bagi kepentingan konsumen.

Value offering kemudian diset up sesuai dengan kebutuhan pelanggan, dengan pencermatan penuh produsen atas audiens yang disasar.

Pemahaman penting yang harus dipastikan bahwa pelanggan adalah pusat dari intensitas daya tarik dan menjadi sentral atas gravitasi bisnis sebagai jalur orbital utama.

Konsumen bukan hanya bertindak sebagai pengguna produk semata, namun juga menjadi subjek dari pencarian nilai yang bersesuaian dengan needs and wants yang dimilikinya.

Perspektif "know your customer" menjadi sebuah prinsip penting, pelayanan yang sama diberikan keseluruh lapisan pelanggan, meski diperlukan treatment yang spesifik.

Hukum Pareto yang menempatkan 20% pelanggan loyal sebagai revenue generator dengan porsi 80% tidak kemudian menghilangkan pemaknaan atas kewajiban memberikan pelayanan yang terbaik bagi volume 80% pelanggan lainnya.

Menjaga dan mempertahankan pelanggan dalam kerangka "retain business" menjadi penting dan krusial dalam kepentingan membentuk loyal customer secara efektif dan efisien dibandingkan kebutuhan melakukan "cutomer acquisition".

Perubahan paradigma akan pelanggan menempatkan posisi kesetaraan dalam hubungan trade off transaksional menjadi equal dan setara, sehingga berbagai sudut pandang dalam strategi bisnis berlangsung terbalik.

Teori Kotler dengan konsepsi 4P's (Product, Price, Place, Promotion) Marketing Mix -dominan akan sudut pandang produsen dirubah menjadi 4C's (Community, Co-Creation, Customisation dan Conversation).

Matriks ukuran SWOT (strength, weakness, opportunity, threat) disusun dari outer menuju inner aspect karena customer menjadi indikator utama dalam pengembangan produk serta layanan yang kita berikan.

Dunia yang dinamis serta fluktuatif perlu disikapi dengan tingkat responsifitas tinggi, sehingga produsen dapat terus beradaptasi dari waktu ke waktu sepanjang masa.